Mengenai Saya

Foto saya
Kami membuka pelatihan keramik, batik, tatah ukir kayu dan kerajinan kulit serta produk-produk kreatif yang berupa barang. Fasilitas jasa : * tentor berpengalaman dari mahasiswa mahasiswi ISI Yogyakarta. * Alat dan Bahan * Sertifikat Studio 1 : Dladan,Tamanan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta Studio II : Nogosari, Sumberagung, Jetis, Bantul, Yogyakarta

Senin, 28 Desember 2009

SEJARAH BERKEMBANGNYA KERAJINAN ANYAM DI JAWA BARAT 


    Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribukota di Bandung dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Bagian barat laut provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta, ibukota negara Indonesia. Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengan berdirinya Provinsi Banten, yang berada di bagian barat.
    Penghuni asli Jawa Barat dulu dapat di analisis dengan temuan arkeologi tertua dengan ditemukannya budaya logam perunggu dan besi dari sebelum milenium pertama tepatnya di Anyer. Selain itu gerabah tanah liat prasejarah jaman Buni (Bekasi kuno) dapat ditemukan merentang dari Anyer sampai Cirebon.
Sebagian besar penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda, yang bertutur menggunakan Bahasa Sunda. Di beberapa kota di pesisir utara, dituturkan bahasa Jawa dialek Cirebon, yang mirip dengan Bahasa Jawa dialek Tegal. Di daerah perbatasan dengan DKI Jakarta seperti Bekasi, Depok, dan Kabupaten Bogor bagian utara dituturkan bahasa Indonesia dialek Betawi.
     Di Jawa Barat pada khususnya, tedapat beberapa perkembangan di dalam dunia kerajinan. Yang secara tidak langsung dapat membantu perekonomian Indonesia. Dan menurut wikipedia, kerajinan atau kerajinan rakyat adalah hal yang berkaitan dengan buatan tangan. Kerajinan terbuat dari berbagai bahan. Dari kerajinan menghasilkan hiasan maupun barang pakai. Arti yang lain ialah usaha yang berterusan penuh semangat ketekunan, kecekalan, kegigihan, dedikasi dan berdaya maju dalam melakukan sesuatu perkara .
      Kerajinan anyam-anyaman merupakan salah satu karya seni yang tidak asing lagi di Indonesia. Anyaman juga merupakan salah satu sumber kehidupan di kalangan rakyat daerah tertentu di negeri ini. Anyaman adalah bentuk keterampilan masyarakat dalam pembuatan barang-barang dengan cara atau teknik susup-menyusup antara lungsi dan pakan. Kegiatan ini merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dilakukan sampai sekarang. Dimana hasil kerajinan anyaman dari beberapa tempat di Nusantara pada umumnya mempunyai gaya dan corak serta warna tradisional. Begitu pula hasil anyaman dari berbagai negara.
Hasil Anyaman pada dasarnya memiliki latarbelakang yang unik dari perspektif munculnya teknik serta motif-motif yang berbeda antara daerah satu dengan yang lain. Oleh karena itu, di dalam tulisan ini penulis hendak mengkaji tentang motif, sejarah, dan teknik anyaman yang ada di Jawa Barat pada khususnya.
Jika kita melihat hasil kerajinan merupakan penyumbang devisa negara yang cukup besar, maka kerajinan adalah salah satu komuditi yang patut untuk dijaga kelestariannya. Tentunya perkembangan yang pesat tersebut tidak lepas dari latarbelakang yang melingkupinya di masa lalu.
     Menurut para ahli sejarah, kemunculan sentra-sentra kerajinan di Jawa Barat tak terlepas dari upaya penyebaran agama Islam pada masa Sunan Gunungjati sekitar 500 tahun silam. Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo , lahir sekitar 1450 M, namun ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada sekitar 1448 M. menurut sejarah yang ada, para pengikut setia Sunan Gunungjati dahulu telah mengajarkan berbagai kerajinan tangan untuk menarik minat masyarakat saat itu memeluk agama Islam. Hal tersebut merupakan salah satu cara yang efektif pada masanya, sehingga masyarakat memiliki ketertarikan untuk mengetahui Islam sambil mempelajari ketrampilan tangan yang diajarkan. Pada saat itu, penyebaran agama Islam oleh santri Sunan Gunungjati di daerah Cirebon mengalami perkembangan yang cukup pesat, hingga secara tidak langsung dapat tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Salah satu penyebab pesatnya penyebaran pengetahuan terkait dengan ajaran Islam, yang berimbas kepada pengetahuan masyarakat mengenai olah tangan atau kerajinan dikarenakan letak pengembangan dakwah yang strategis yaitu di daerah. Cirebon merupakan kota perbatasan antara provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah.
     Ki Tegalmantra adalah salah satu santri dari Sunan Gunung Jati, yang telah mengajarkan teknik anyam-anyaman kepada masyarakat Cirebon bagian barat sambil berdakwah menyebarkan Islam. Dimana nantinya keterampilan ini terus berlanjut turun-temurun, hingga melewati beberapa generasi. Bahkan jika kita lihat sampai sekarang penduduk Desa Tegalmantra dan Tegalwangi tempat dimana Ki Tegalmantra menyebarkan agama Islam, dikenal sebagai sentra industri kerajinan rotan terbesar di Jawa dan memiliki sentra produk anyam yang cukup besar. Sedangkan makam Ki Tegalmantra masih terpelihara dengan baik sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya yang telah diberikan untuk masyarakat sekitar.
Jika kita kaji lebih jauh mengenai sejarah tersebarnya kerajinan di Jawa, bukan hanya teknik anyaman yang diajarkan sebagai media dakwah untuk menyebarkan agama Islam pada 500 tahun silam. Seperti Pangeran Kejaksaan dan Ki Bekila yang memiliki keterampilan membuat benda-benda dari besi, menyebarkan agama Islam di sekitar Desa Jemaras Kecamatan Klangenan daerah Cirebon. Sampai sekarang keterampilan membuat barang-barang dari besi seperti pacul, golok, dan pisau, masih dilanjutkan sampai sekarang.
Penyebaran Islam juga ikut mempengaruhi setiap motif hias kerajinan tangan, baik ukir kayu, batik maupun gerabah, didominasi motif hias flora seperti bunga melati dan sulur kangkung maupun yang dipengaruhi budaya Cina seperti wadasan (batu karang) dan mega mendung. Sedangkan motif hias fauna, dahulu tidak terdapat dalam berbagai kerajinan Cirebon karena sebaiknya dihindari sesuai ajaran Islam.
     Tas anyaman ( anyaman bag ) sebagai salah satu bentuk hasil kerajinan asli bangsa Indonesia yang telah lama dikenal luas dapat bersaing di pasar internasional, mengalahkan hasil-hasil kerajinan dari berbagai negara, termasuk India dan Thailand, yang selama ini dikenal dengan produk-produk kerajinan mereka yang unik. Jawa Barat, sebagai penghasil dan tempat para pengrajin kerajinan rakyat ( khususnya tas anyaman ), telah menjadi daya tarik tersendiri di mata masyarakat dunia, terutama di kalangan pecinta kerajinan rakyat. Kerajinan tas anyaman Indonesia sudah dikenal lama sejak ratusan tahun yang lalu, dan produk-produk kerajinan ini (khususnya tas anyaman )telah mengangkat nama Indonesia sebagai salah satu produsen dan pengekspor tas anyaman sebagai produk kerajinan bermutu tinggi dengan desain yang unik dan menarik, yang sangat disukai di kalangan masyarakat internasional, terutama Jepang, Korea, Canada, Amerika, Australia, dan lain-lainKerajinan tersebut dibuat secara tradisional oleh tenaga-tenaga terampil yang sangat profesional dan berdedikasi tinggi, sehingga menghasilkan tas anyaman dengan corak dan model yang sangat cantik dan disukai oleh masyarakat luas.
     Keunikan dan kekuatan tas anyaman dari Jawa Barat sebagai salah satu hasil kerajinan bangsa Indonesia sudah tak perlu diragukan lagi. Dengan tekstur yang indah dan sangat kuat, tas anyaman kami telah mampu menembus pasar internasional hanya dalam waktu yang cukup singkat, mengalahkan tas anyaman lainnya dari berbagai negara. Hasil kerajinan ( tas anyaman ) kami tersebut telah meningkatkan taraf hidup para pembuat kerajinan tersebut yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.
Adapun kriteria dan cara memilih tas anyaman yang baik adalah tahan lama, kuat, indah, menarik, dan tentu saja, dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat, mulai dari para karyawan, mahasiswa, hingga ibu-ibu rumah tangga.
     Tas yang terbuat dari hasil anyaman tersebut merupakan salah satu bentuk kerajinan yang dihasilkan di Jawa Barat. Selain dari pada itu, banyak bentuk-bentuk lain yang lebik kreatif dan inovatif dalam desain maupun bahan yang digunakan. Antara lain adalah sandal, tempat buah, tempat nasi, keranjang, kipas, dan lain-lain.
     Dengan proses kreatif yang terus dilakukan oleh masyarakat, dewasa ini kerajinan anyaman yang dikelola oleh para pengusaha kecil maupun besar khususnya di daerah Jawa Barat telah mampu menembus pasar luar. Seperti yang telah penulis kutip dari salah satu website bahwa kerajinan anyaman dengan bentuk kursi maupun sofa yang dikondisikan dengan teknik anyam tertentu, mampu di ekspor hingga Jerman dan Belanda.
    Menurut hemat penulis, teknik anyam merupakan hasil dari warisan nenek moyang yang patut kita lestarikan. Bukan hanya dalam bidang pengkajian historisnya, tetapi juga pengembangan motif, bahan serta teknik yang seharusnya tetap di lestarikan.
     Di dalam perkembangan teknik anyam khusunya di Jawa Barat dewasa ini, dapat dikatakan bahwa teknik tersebut merupakan sebuah bentuk seni yang memiliki fungsi social maupun spiritual. Di dalam fungsi sosialnya, anyaman dapat membantu masyarakat sekitar Jawa Barat memiliki penghidupan bagi diri sendiri maupun masyarakat yang sedikit banyak berperan penting terhadap kelangsungan hidup mereka. Dilihat dari banyaknya centra-centra kerajinan anyam yang telah lama berdiri sampai sekarang dan bahkan mampu menembus pasar internasional dimana mereka mampu bersaing dengan negara-negara lain.
   Jika kita melihat dari fungsi religi, anyaman ini secara perspektif historisnya, dulu merupakan salah satu media dakwah bagi para ulama-ulama Islam yang berjihat untuk menyebarkan agamanya di pulau Jawa. Dan hal tersebut dapat berjalan efektif. Bahwasannya terjadi hubungan timbal balik antara berkembangnya teknik anyam di pulau Jawa pada khususnya dan ajaran agama Islam yang telah kental menyatu terhadap budaya Jawa.
    Ringkasnya, anyaman adalah salah satu peninggalan berharga yang seharusnya kita mengerti keberadaannya. Sehingga sudah selayaknya bahwa teknik tersebut patut untuk kita kembangkan bersama dengan ciri khas yang berbeda. baik ciri individu maupun daerah tertentu.


Candra Eko Winarno, 2009

Kajian tentang “CANDI KALASAN”


Kajian  “CANDI KALASAN

            Pariwisata adalah suatu fenomena yang ditimbulkan oleh bentuk kegiatan manusia, yaitu kegiatan melakukan perjalanan (travel) (Kodhyat, 1996). Berdasarkan hal itu maka perjalanan yang dikategorikan sebagai kegiatan wisata dapat dirumuskan sebagai berikut; “….Perjalanan dan persinggahan yang dilakukan oleh manusia di luar tempat tinggalnya untuk berbagai maksud dan tujuan, tetapi bukan untuk tinggal menetap di tempat yang dikunjungi atau disinggahi, atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan mendapatkan “upah“.[1]
            Penulis saat ini ingin mengkaji sebuah obyek wisata di Yogyakarta, dimana obyek tersebut nantinya akan dikaji dari segi historis, managemen, serta beberapa hal yang mendukung terkait dengan pengelolaan tempat tersebut. Obyek yang akan dikaji oleh penulis adalah Candi Kalasan yang menurut hemat penulis adalah tempat yang layak untuk kemudian dijadikan sebuah tulisan laporan tugas pariwisata.
            Candi Kalasan yang terletak di Dusun Kalibening, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta, tepatnya jl  Jogja Solo Km 14,  sekitar 2 km sebelum candi Prambanan. Candi tersebut berdenah bujursangkar dengan ukuran 45 m x 45 m dan tinggi 34 m. yaitu di sisi jalan raya antara Yogyakarta dan Solo ini dikategorikan sebagai candi umat Buddha. Meskipun belum diketahui dewa apa yang dijadikan simbol sebagai patung di ruang utama candi, tetapi patung ini mempunyai tinggi lebih dari 6 meter dan terbuat dari perunggu.
            Untuk berkunjung ke tempat tersebut, semisal dari Yogyakarta, kita bisa mengendarai bus dengan jurusan Yogyakarta-Solo. Atau beberapa jalur bus yang arah perjalanannya ke arah timur. Tempat wisata tersebut dapat dikunjungi dengan mudah dikarenakan sistem transportasinya yang dapat terjangkau baik dengan menggunakan kendaraan bermotor maupun bus.
            Penulis cenderung memilih tempat wisata ini dikarenakan tempat ini memiliki nilai budaya dan religi yang kuat. Selain itu juga obyk wisata ini memang jarang dikunjungi dikarenakan orang lebih mengenal Candi Prambanan dibanding Candi Kalasan, sehingga penulis merasa perlu untuk melihat dan meneliti secara langsung obyek tersebut. Setidaknya penulis dapat mengetahui salah satu kekayaan alam khususnya di Yogyakarta. Baik dari segi bentuk, sejarah, maupun hal-hal yang terkait dengan pariwisata.
            Sebelum membahas lebih jauh, penulis ingin memberikan sedikit gambaran mengenai sejarah candi kalasan. Candi ini menurut sejarah yang ada dahulu dibangun sebagai penghargaan atas perkawinan antara Raja Pancapana dari Dinasti Sanjaya dan permaisuri dari Dinasti Sailendra, Dyah Pramudya Wardhani ini sesungguhnya merupakan candi yang bercorak Budha, namun pendirinya adalah Rakai Panangkaran dari Wanca Sanjaya yang menganut agama Hindu. Candi Kalasan merupakan peninggalan Budha yang tertua di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah yang dibangun pada Tahun 778 Masehi sebagai persembahan kepada Dewi Tara.
            Candi Kalasan atau bisa disebut sebagai Candi Tara, dibangun sekitar akhir abad ke 8 M atau awal abad ke 9 M diatas bangunan candi kuno. Sebuah prasasti kuno yang dibuat pada tahun 778 M atas perintah Raka i Panangkaran dan ditemukan tidak jauh dari candi dan memberikan penjelasan bahwa candi dibangun untuk menghormati Bodhisattva wanita, Tara. Pada awalnya, hanya ditemukan satu candi yang kini kita kenal sebagai candi Kalasan. Tetapi setelah digali lebih dalam maka ditemukan lebih banyak lagi bangunan bangunan pendukung di sekitar candi. Candi ini memiliki tinggi 6 meter dan 52 stupa.
            Prasasti ini juga menyatakan bahwan candi ini dibuat oleh dua raja secara bersama-sama yaitu raja dari Wangsa Syailendra dan raja dari Mataram Hindu yang tidak diketahui namanya di jaman Wangsa Syailendra. Selain Candi Kalasan dan bangunan - bangunan pendukung lainnya ada juga tiga buah candi kecil di luar bangunan candi utama, berbentuk stupa.
            Candi yang dibangun sebagai penghargaan atas perkawinan antara Raja Pancapana dari Dinasti Sanjaya dan permaisuri dari Dinasti Sailendra, Dyah Pramudya Wardhani ini terdapat ornamen atau ukiran yang dipahat dengan halus dan dilapisi dengan "vajralepa", bahan kekuning-kuningan terbuat dari getah pohon tertentu. Vajralepa berfungsi sebagai pelindung lumut dan jamur, memperhalus ukiran menjadi bagus. Tinggi candi ini adalah 24 m dan fondasinya dibangun dengan bentuk Greek Cross.
            Candi Kalasan ini bercorak Budha namun pendirinya adalah Rakai Panangkaran dari Wanca Sanjaya yang menganut agama Hindu, atas bujukan Guru-Gurunya dari Wanca Syailendra yang menganut Agama Budha . Candi Kalasan juga terkenal sebagai candi yang Indah hiasannya dan sangat halus pahatan batunya. Selain itu ornamen dan relief pada dinding luarnya dilapisi sejenis semen kuno yang disebut Vajralepa. Ukiran-ukiran yang ada pada candi ini juga yang paling halus dan paling indah bila dibandingkan dengan ukiran-ukiran di candi-candi lainnya. Ornamen-ornamen rumit dan halus berupa sulur-sulur pohon yang keluar dari pot banyak ditemukan di sekeliling candi.
            Pada ambang pintu masuk sebelah utara dan selatan terdapat relung dengan hiasan Kala, yang dihias dengan relief suluran , pohon dan makhluk khayangan yang memainkan alat musik. Atap candi berbentuk persegi delapan terdiri atas tiga tingkat. Tingkat pertama dihias dengan arca Boddhisatwa yang duduk di atas padmasana yang sekarang tinggal tiga buah. Atap tingkat dua dihias dengan arca Dhyani Buddha yang diapit  Boddhisatwa. Pada atap tingkat tiga terdapat delapan relung untuk Dhyani Buddha, sekarang arca tersebut tinggal satu buah.
            Pendirian candi Kalasan dihubungkan dengan isi prasasti Kalasan yang berangka tahun 700 Saka atau 778 Masehi. Pada prasasti tersebut disebutkan adanya pendirian bangunan suci untuk dewi Tara ( Tarabhawana ) dan sebuah biara atau wihara untuk pendeta oleh Maharaja Tejahpurana Panangkara. Biara tersebut kemungkinan adalah candi Sari, sehingga untuk keperluan tersebut Desa Kalasan dihadiahkan kepada semua pengikutnya.
            Pintu masuk utama candi berada di sebelah timur dan untuk memasukinya kita perlu sedikit bersusah payah untuk naik ke atas. Ditengarai ada sebuah tangga di depan pintu masuk yang berhubungan dengan hiasan berupa Makara.
            Fajar, merupakan salah satu penjaga sekaligus pemandu di kawasan candi Kalasan. Bahan yang biasa dibicarakan oleh pemandu tersebut sebagai pembuka cerita adalah terkait dengan candi kalasan sebagai candi Budha tertua yang ada di DIY dan sekitarnya. Dimana Candi ini dibangun pada abad ke-7 sekitar tahun 778 M oleh Rakai Panangkaran dari Wangsa Sanjaya Dinasti Mataram Kuno.
            Lingkungan yang bersih dan tampak terawat semakin menguatkan alasan bahwa candi yang terletak di Desa Kalibening, Kecamatan Kalasan, Sleman tersebut pernah mengalami renovasi 3 kali ini termasuk salah satu tujuan wisata selain Candi Prambanan atau Istana Ratu Boko.

            Candi ini memiliki potensi yang cukup besar jika dikelola secara sungguh-sungguh dan konsekwen. Dikarenakan obyek ini memiliki aset budaya yang cukup unik dan menarik. Selain itu keindahan ornamen candi ini sangat sayang untuk dilewatkan di samping nilai historisnya yang tinggi. Meskipun candi ini mungkin hanyalah candi alternatif yang dikunjungi setelah candi Prambanan dan candi lain di sekitarnya. Tetapi dapat dikatakan memiliki nilai lebih dibandingakan dengan yang lain.
            Secara keseluruhan, Candi Kalasan mempunyai beberapa keistimewaan. Jika boleh disimpulkan, keistimewaan itu antara lain:
            1. Merupakan candi Budha tertua di DIY dan sekitarnya
            2. Menggunakan Bajralepa di bagian sisi dindingnya
            3. Ukirannya sangat halus bila dibandingkan dengan candi lain
            4. Terdapat patung yang terbuat dari perunggu, walau patung
                tersebut berada ditempat lain
            5. Lokasinya yang sangat strategis, di pinggir jalan Jogja-Solo,
                dan relatif dekat dari Candi Prambanan
            6. Candi ini masih aktif dipakai sebagai tempat ibadah umat Budha.
Daerah wisata yang memiliki potensi seperti tersebut diatas idealnya dapat dijadilan lahan pengelolaan pariwisata yang akan  saling menguntungkan jika dikerjakan dengan maksimal. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya kunjungan wisatawan mempunyai dampak ekonomi kepada daerah tujuan wisata yang didatangi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung adalah dengan adanya kunjungan wisatawan, dan akan menciptakan permintaan terhadap fasilitas-fasilitas  yang berkaitan dengan jasa industri pariwisata seperti hotel/losmen, rumah makan, sarana angkutan/travel biro dan jenis hiburan lainnya. Dengan adanya kegiatan pemenuhan kebutuhan wisatawan ini, akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dampak tidak langsung adalah perkembangan di bidang pariwisata akan meningkatkan juga bidang-bidang lainnya.
          Pengembangan kepariwisataan membawa banyak manfaat dan keuntungan. Oleh karena itu dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, dinyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sektor lain yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dan pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan Nasional. Walaupun pada implementasinya tergantung kepada pengelola di tiap-tiap daerah obyek wisata.
            Pengelolaan yang dilakukan cukup baik, walaupun bisa dikatakan kurang maksimal. Namur pengelola sudah mempublikasikan obyek wisata tersebut melalui media Internet, salah satunya adalah pada situs untuk http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Kalasan. walaupun informasi yang didapat masih terbatas. Tetapi candi tersebut sudah cukup terekspos oleh situs-situs lainnya yang hampir serupa.
            Kawasan candi di buka setiap hari dengan tiket seharga Rp. 500,- per orang. Uang untuk biaya masuk kawasan wisata tersebut dapat dikatakan sangat murah dan terejangkau. Sehingga timbul pertanyaan bahwa, apakah dengan uang sebanyak itu cukup untuk mengelola lebih lanjut obyek wisata tersebut? Sehingga dapat kita cermati bahwa sebenarnya lokasi wisata ini dapat memiliki nilai jual lebih jika digarap dengan serius dan maksimal. Sehingga uang yang dihasilkan tidak hanya Rp. 500,- tiap pengunjung. Karena hal tersebut berdampak pada percepatan perkembangan tempat wisata nantinya.           


[1] Hunziker dan Krapf dalam Kodhyat, 1996

KERAMIK BAYAT SEBAGAI OBJEK PARIWISATA DAN SELEKTA KAPITANYA


    Bayat adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kecamatan ini berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang kaya akan kasanah budaya. Sehingga tidak jarang dijadikan sebagai tempat alternatif pariwisata Indonesia.
    Terkait dengan hal tersebut, seperti yang kita fahami bahwa pariwisata merupakan suatu fenomena yang ditimbulkan oleh bentuk kegiatan manusia, yaitu kegiatan melakukan perjalanan / travel (Kodhyat, 1996). Berdasarkan hal itu maka perjalanan yang dikategorikan sebagai kegiatan wisata dapat dirumuskan sebagai sebuah bentuk perjalanan dan persinggahan yang dilakukan oleh manusia di luar tempat tinggalnya untuk berbagai maksud dan tujuan, tetapi bukan untuk tinggal menetap di tempat yang dikunjungi atau disinggahi, atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan mendapatkan “upah“.
    Berawal dari ketertarikan penulis mengkaji daerah Bayat Klaten menjadi pembahasan yang idealnya menjadi sebuah bahan refleksi serta diskusi dalam dunia pariwisata Indonesia, maka tulisan ini hadir untuk kemudian menjadi alternatif wacana untuk mendiskripsikan dan menganalisis perkembangan pariwisata secara sederhana. Obyek yang akan dikaji oleh penulis adalah terkait dengan perkembangan keramik Bayat serta peran serta dalam pariwisata di daerah tersebut.
Di Indonesia secara umum, Bali merupakan sebuah tempat pariwisata yang dapat dikatakan maju dan berkembang secara ideal. Jika penulis kritisi secara umum, maka akan timbul pertanyaan menarik untuk dibahas. Mengapa orang dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan beberapa warga negara lain datang berduyun-duyun ke pantai Kuta dan pantai Sanur di Bali? Bukankah di negara mereka sendiri terdapat banyak pantai yang mungkin saja pemandangan alamnya lebih indah daripada pemandangan pantai Kuta dan Sanur di Bali tersebut? Atau apakah Bali memang sebagai tempat terindah yang ada dan layak dilihat oleh khalayak dunia?
    Bila kita kaji lebih dalam, ternyata yang menjadi tujuan para turis asing tersebut adalah ingin melihat kebudayaan Bali yang terkenal eksotik dan unik, yang berbeda dengan kebudayaan masyarakat mereka. Bila Bali tidak menawarkan kebudayaan masyarakatnya yang merupakan cerminan local genius, mungkin tidak akan ada daya tarik para wisatawan untuk mengunjunginya. Hal itulah sebenarnya yang merupakan gambaran konkret dari konsep pariwisata budaya yang istilahnya sering disebut-sebut oleh para pengambil kebijakan (pemerintah) dan para akademisi, namun seringkali sulit untuk dijelaskan dalam definisi konseptual yang operasional, terutama dalam menyepakati konsep kebudayaan itu sendiri.
    Menurut hemat penulis, bahwa dalam khazanah antropologi Indonesia, kebudayaan dalam perspektif klasik pernah didefinisikan oleh Koentjaraningrat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia yang diperoleh dengan cara belajar. Dalam pengertian tersebut, kebudayaan mencakup segala hal yang merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa, dan karya manusia, termasuk di dalamnya benda-benda hasil kreativitas/ciptaan manusia. Namun dalam perspektif antropologi yang lebih kontemporer, Kebudayaan didefinisikan sebagai suatu sistem simbol dan makna dalam sebuah masyarakat manusia yang di dalamnya terdapat norma-norma dan nilai-nilai tentang hubungan sosial dan perilaku yang menjadi identitas dari masyarakat bersangkutan.
    Dalam hal ini Bayat merupakan salah satu daerah yang memiliki daya tarik yang luar biasa jika diolah sedemikian rupa dan ditangani secara serius. Seperti contohnya adalah seni membuat keramik di Melikan yang mungkin hanya satu – satunya cara pembuatannya dengan teknik putaran miringnya sehingga membuat Prof. Kawasaki dari Negara Jepang turut ambil bagian untuk melestarikannya dengan membuatkan laboratorium keramik di sana. Hal tersebut menunjukan bahwa tempat ini memiliki sebuah nilai lebih dan menarik untuk dikaji lebih jauh. Setidaknya hal tersebut yang melatar belakangi penulis untuk kemudian mengambil tempat ini menjadi kajian pariwisata dari perspektif perkembangan niai-nilai seni dan budaya Indonesia.

    Deskripsi Produk Keramik Bayat Kelaten Jawa Tengah
    Klaten adalah salah satu daerah penghasil kerajinan yang cukup besar. Berbagai barang-barang kerajinan tangan (handicraf) seperti Lukis Payung, Lukis Kaca, Gerabah, kerjainan bambu, meubel dan masih banyak lagi komoditi kejainan yang dihasilkan oleh masyarakat Klaten. Salah satunya adalah di desa Bayat. Di daerah ini terkenal sebagai penghasil keramik. Berbagai macam barang kermaik tersedia, mulai dari celengan (tempat menyimpan uang), kendi (tempat air minum), meja kursi taman, guci, sampai berbagai bentuk benda keramik jiplakan dari Cina.
    Daerah Bayat Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dan Kasongan Jogyakarta memang agak mirip, hal itu dikarenakan terjadi pertukaran benda-benda keramik dari Kasongan, Bantul, Yogyakarta, dengan produk keramik dari daerah Bayat, Klaten. Ada kerja sama antara perajin Bayat dengan Kasongan. Banyak penjual di daerah ini menjual keramik dari Bayat juga menjual produk keramik dari Kasongan yang meniru-niru produk keramik Cina.
    Ada perbedaan antara produk keramik Kasongan dan Bayat. Kalau produk keramik Kasongan mirip-mirip Cina seperti guci dan meja kursi, produk Bayat lebih ke etnik yang pembuatannya lebih rumit, khususnya dalam ornamen relief yang lebih bernuansa Jawa, tanpa nuansa warna-warna cerah. Namun, harga keramik dari Bayat lebih tinggi dibandingkan dari Kasongan. Dan kita tidak boleh saling meniru meskipun masing-masing perajin bisa membuatnya.
    Para pedagang keramik di sini mengaku sering mendapat pesanan dari warga asing yang datang langsung ke rumahnya, mulai dari lampu taman, variasi kendi, mangkok, piring, dan lainnya. Pesanan setiap produk keramik berkisar sampai dengan ribuan buah keramik.
    Pengaruh krisis dan ditimpa peristiwa pemboman di Bali, para pedagang keramik disini merasakan tak pernah lagi mendapat order dari turis asing. Tetapi pesanan dari kota-kota lain seperti Yogyakarta, Semarang, dan lainnya tetap ada walaupun sedikit. Mereka mengaku sering mendapat order dari restoran atau kafe membuat piring dan mangkok antik. Sepertinya merebaknya budaya cafe dan minum kopi berpengaruh juga terhadap orderan mug, mangkuk dan piring di daerah ini.
Gerabah di Bayat juga telah di ekspor ke luar negeri. Setiap dua bulan atau sebulan sekali selalu ada pengusaha yang mengirim satu kontiner berbagai jenis produk gerabah dan keramikpaling banyak adalah untuk pasar Eropa.
    Meskipun perkembangan gerabah Bayat sudah memasuki dunia keramik bahkan mampu menciptakan produk yang inovatif, bukan berarti tidak ada lagi perajin gerabah tradisional. Masih banyak perajin yang setia memproduksi berbagai jenis gerabah tradisional seperti kendi, celengan, serta mainan anakanak, mulai dari wajan, cangkir dan lainnya. Dengan peralatan sederhana setia memproduksi kendi dan celengan. Celengan dihargai Rp 300 per biji dan kendi Rp 500-Rp 1.000 per biji. Mereka dapat memproduksi 1.000 kendi dan 1.000 celengan setiap bulan.
    Para pengrajin di Bayat dalam memberikan harga tergantung besar kecilnya keramik serta tingkat kesulitan untuk membuatnya. Harga keramik tersebut bervariasi antara Rp17.500,00 sampai Rp150.000,00/ buah. Walaupun seperti yang penulis bahas di atas bahwa pengrajin Bayat.

Dampak Negatif dan Positif Pariwisata serta Perkembangannya
    Secara umum, pariwisata memiliki dampak negatif maupun positif. Dampak tersebut pada dasarnya alami dan proses akulturasi kemungkinan besar terjadi. Lokal Genius menjadi kunci sebuah daerah mampu bertahan dari pengaruh-pengaruh luar atau tidak. Dalam arti sebuah proses akulturasi tersebut dapat diminimalisir dari proses sebuah daerah mampu mempertahankan eksistrensi nilai-nilai budi dan daya masyarakat sekitar.
Persaingan global menuntut adanya modernisasi di sektor pariwisata. Hal itu perlu dilakukan agar wisatawan bersedia berkunjung dan merasa kerasan di kota yang dikunjunginya. Konsekuensi dari modernisasi ini adalah dibangunnya sejumlah fasilitas penunjang sektor pariwisata. Permasalahan muncul ketika pembangunan sektor pariwisata sedikit demi sedikit mengancam eksistensi dan kelestarian budaya lokal. Secara perlahan-lahan tetapi pasti masyarakat akan mengadopsi budaya yang lebih modern yang berasal dari luar budayanya sendiri.
Pergeseran sosial merupakan salah satu dampak pariwisata yang cukup kongkrit. Tetapi hal tersebut terjadi bukan hanya dikarenakan pengaruh dari datangnya budaya luar lewat pariwisata secara langsung. Tetapi kemajuan zaman lewat perkembangan teknologi yang pesat. Oleh karena itu dengan pengaruh-pengaruh media baik elektronik maupun cetak, membuat perubahan masyarakat yang cukup signifikan. Perubahan terjadi salah satunya dalam bentuk penghargaan tentang waktu sehingga mayoritas masyarakat banyak yang berfikir praktis. Menurut hemat penulis, maka akan dikaji secara obyektif hal-hal terkait dampak pariwisata budaya di Bayat Klaten pada khususnya.
    Hal itu menimbulkan masalah tersendiri. Kebanyakan wisatawan datang ke Indonesia pada umumnya bukan pertama-tama untuk menikmati suasana modern, melainkan justru untuk mengenal dan menikmati suasana dan kebudayaan lokal. Jika yang dicari adalah suasana modern, kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Batam menyediakannya. Maka, jika secara perlahan-lahan kebudayaan lokal tergeser, dapat dipastikan bahwa lama kelamaan wilayah tersebut akan kehilangan aset untuk ditawarkan pada para wisatawan. Tak ada lagi kekhasan Bayat Klaten sebagai salah satu lokasi wisata berbasis seni dan budaya yang dapat dikedepankan untuk menarik wisatawan.
    Kemajuan pariwisata budaya di Kabupaten Klaten , dua puluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari golek, , jatilan , dan juga belajar menjadi dalang baik menjadi dalang wayang golek maupun wayang kulit Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Dan Kantor Pariwisata sendiri berinisiatif mengadakan Lomba dalang cilik dan antusias anak – anak banyak yang berani tampil , namun saat ini apakah tidak adanya dana dari pemerintah daerah untuk mengadaklan kegiatan tersebut ataukah memang kurangnya animo anak – anak untuk mengikutinya.
    Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan di daerah Kabupaten Klaten hampir tidak terdengar lagi dan boleh dikatakan semakin lenyap di masyarakat, bahkan di televisi jarang ada dan tampil . Padahal kebudayaan di daerah Klaten banyak sekali dan layak untuk mendapat perhatian para sepuh dan sesepuh budaya, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya andalan di Kabupaten Klaten dapat menghasilkan pendapatan untuk masyarakat maupun pemerintah daerah, dan juga dapat menjadi lahan pekerjaan baru yang menjanjikan bagi masyarakat di Kabupaten Klaten.
Ada banyak cara sebenarnya untuk memajukan pariwisata di Kabupaten Klaten . Memang untuk memajukan pariwisata budaya bukan hanya tugas pemerintah semata akan tetapi juga peran dari masyarakat sangat dibutuhkan . Namun tentunya Pemerintah daerah atau Kantor Pariwisata dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Klaten , sebagai instansi pemerintah yang bertugas memajukan kebudayaan dan pariwisata daerah , memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan fungsinya harus berani dan tegas menentukan konsep, visi, dan misi budaya daerah Klaten.
    Sesuai dengan semangat otonomi daerah yang menyerahkan tugas pengembangan kebudayaan dan pariwisata kepada Dinas Pendidikan dan Kebudyaan serta Kantor Pariwisata, sebagai ujung tombaknya , maka harus benar-benar menangkap pelimpahan tugas dan wewenang itu sebagai peluang untuk memajukan masyarakat di Kabupaten Klaten . Sebagai contoh, dengan kekayaan budaya yang kita miliki, maka di daerah Klaten minimal dapat mendirikan satu pusat atau sentra pariwisata budaya yang dapat untuk ajang latihan maupun untuk menampilkan keanekaragaman budaya di masing-masing kecamatan ataupun desa . Bentuk konkretnya adalah didirikannya semacam Sanggar Seni dan Budaya di daerah Klaten .
    Para Sesepuh Sepuh dan pengamat pariwisata dan budaya di daerah Klaten sudah saatnya untuk lebih mengutamakan kajian dan penelitian untuk merekomendasikan bagaimana memajukan kebudayaan dan pariwisata Klaten dibandingkan dengan kajian dan penelitian yang selalu memberikan kritik yang belum tentu konstruktif terhadap kebijakan pembangunan pariwisata dan budaya di Kabupaten Klaten alangkah baiknya kalau bisa urun rembug , duduk satu meja upaya apa yang lebih baik untuk melestarikan kesenian dan budaya yang terdapat di Kabupaten Klaten ini agar bisa tampil dan eksis kembali , jangan malah memberikan kritikan yang tidak ada jalan keluarnya yang justru menyebabkan ketakutan pada instansi pemerintah untuk mengambil kebijakan.
    Peran serta masyarakat dalam pembangunan sentra-sentra budaya di masing-masing kecamatan kami harapkan peran sereta Camat sebagai kepala wilayah untuk dapat memberikan pembinaan , karena hampir di setiap Kecamatan di Kabupaten Klaten banyak terdapat kesenian maupun budaya peninggalan nenek moyang kita jaman dahulu kala , kelompok-kelompok kebudayaan dan kesenian yang akan dipentaskan harus bergiliran dan tidak dimonopoli oleh kelompok kesenian tertentu saja jadi tiap – tiap kecamatan di Kabupaten Klaten berupaya untuk tampil . Di samping itu, anggota masyarakat sekitar juga harus diutamakan untuk direkrut mengelola sentra budaya bersangkutan dengan diberikan pendidikan dan pelatihan terlebih dahulu.
    Bila pembangunan pariwisata budaya di Kabupaten Klaten ini dapat segera dilakukan dengan terarah dan berkesinambungan, maka kelestarian budaya, inovasi dan kreativitas budaya di Kabupaten Klaten akan menjadi lahan baru yang berupa lapangan pekerjaan, pemasukan terhadap pendapatan daerah dan masyarakat adalah sumbangan penting yang dapat diberikan oleh bidang pariwisata budaya untuk kemajuan daerah yang lebih baik di masa mendatang.

Peran Serta Cinderamata Keramik Bayat dalam Pariwisata
    Di dunia pariwisata, cenderamata menjadi salah satu bagian yang amat strategis untuk dikembangkan. Tanpa didukung adanya cenderamata yang khas, berkualitas, serta dengan harga yang mudah dijangkau oleh pengunjung, dapat dikatakan bahwa dunia pariwisata sepi dan kurang terasa khasanah budayanya. Hal tersebut dapat dilator belakangi dengan pola kebiasaan pengunjung untuk menjajakan uangnya yang dialokasikan untuk oleh-oleh ataupun kenang-kenangan. Dalam hal ini, cinderamata keramik Bayat ikut berperan meramaikan dunia pariwisata di daerah Klaten Jawa Tengah pada khususnya.
    Sejak beberapa waktu yang lalu, cenderamata bahkan berperan penting dan menjadi bagian dari pencitraan daerah tertentu. namun untuk memaksimalkan jenis ini memiliki beragam kendala yang masih menghadang. Seperti rendahnya kualitas produk barang dan jasa pariwisata, termasuk industri kerajinan penghasil cenderamata, menyebabkan lemahnya daya saing khususnya di pasar wisata. Hal tersebut masih diperparah dengan mandulnya lembaga pendukung pasar, organisasi manajemen, kemitraan usaha, kerja sama investasi di bidang pariwisata, dan lemahnya penguasaan informasi yang menjadi kendala yang umum dan sering didengar namun perlu keseriusan untuk menanganinya. Selain itu, hal tersebut juga dikarenakan tidak optimalnya diversifikasi produk, usaha, permodalan, serta pemanfaatan teknologi.
    Seperti yang pernah diungkapkan oleh Gubernur Jateng Ali Mufiz yang mengakui bahwasanya dampak dari kondisi kurang menguntungkan itu membuat produk kerajinan dari wilayahnya menjadi kurang memiliki daya saing. Belum lagi lemahnya perlindungan terhadap karya intelektual, terutama di bidang seni dan kerajinan. Itu semua semakin mengurangi akses dalam mengangkat industri kerajinan.
    “Padahal jika dilihat secara umum, Jateng termasuk daerah wisata yang menghasilkan beragam bentuk cenderamata seperti batik dan patung-patung tokoh cerita pawayangan. Tetapi semua itu terkesan kalah bersaing dengan cenderamata impor yang belakangan beredar di beberapa pusat perbelanjaan yang banyak dikunjungi wisatawan, seperti boneka Barbie, mobil-mobilan, dan lain-lainnya," ujar Ali Mufiz.
Terlebih saat ini, sudah cukup banyak produk kerajinan asli Indonesia yang didaftarkan hak kekayaan intelektual oleh negara lain. Serta masih adanya sikap sebagian masyarakat yang cenderung lebih mencintai produk impor ketimbang produk lokal.
    Dalam hal ini, pemerintah Jawa Tengah idealnya mengambil langkah-langkah inovatif sebagai salah satu jalan tengah dan memperbaiki situasi dan kondisi yang kurang baik tersebut. Mengingat peran serta dari dunia seni kerajinan dalam pariwisata cukup berperan. Oleh Karen itu, dengan cara memberikan fasilitas untuk meningkatkan SDM industri kerajinan, seperti peningkatan desain, teknis produksi, promosi, dan kemasan atau packaging, merupakan salah satu alternative efektif. Juga selain daripada itu dengan cara menjembatani terjalinnya kemitraan dengan para stake holder kerajinan serta lembaga terkait, seperti dinas/instansi, Dekranasda, balai kerajinan, klinik HKI, klinik desain dan kemasan.
    Hal lain yang patut diperhatikan adalah menggerakkan seluruh potensi, baik swasta, profesional, maupun masyarakat, bagi pengembangan kerajinan seni dan budaya daerah Bayat khususnya. Kemudian melakukan diversifikasi produk, harga, dan eksplorasi pasar potensial, serta menjaga pasar yang sudah terbentuk. Mengembangkan jaringan keterkaitan regional antar karakter produk dengan zona tematis yang mengacu pada konsep pengembangan pariwisata tanpa batas.
    Jateng pada tahun 2008 sudah menetapkan tekad untuk mengembangkan produk yang berbasis budaya dan alam sebagai objek sentral dan distribusi wisatawan. Antara lain, melalui program pengembangan produk dengan penataan usaha produktif masyarakat lokal di lingkungan objek wisata, meningkatkan kandungan bahan baku lokal dan penggunaan produksi dalam negeri dalam rangka penghematan devisa serta mendorong kemandirian. Selain itu, juga mengembangkan SDM sektor perindustrian secara intensif melalui transformasi dan teknologi dengan penataan dan penguatan kelembagaan dalam rangka pengamanan proses industrialisasi menuju perdagangan bebas.
    Berbagai produk kerajinan unggulan dari Jateng yang bisa diandalkan untuk memacu perkembangan sektor pariwisata tersebar di berbagai daerah. Seperti batik, lokasinya menyebar di Kota Surakarta, Semarang, Kabupaten Pekalongan, Tegal, Rembang, Banyumas, Klaten, Sragen, Kebumen, dan Wonogiri.
Ali Mufiz menegaskan bahwa, "Hal lain yang tak boleh diabaikan adalah meningkatkan promosi dagang, baik di dalam maupun luar negeri, dengan memanfaatkan serta menciptakan keunggulan kompetitif guna menghadapi persaingan global,". Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep pengembangan pariwisata tanpa batas lebih mengacu kepada perkembangan promosi dagang lewat handycraft atau cinderamata dalam bentuk kerajinan. Kerajinan tersebut salah satunya adalah kerajinan keramik di Bayat yang merupakan produk unggulan di Klaten hingga menimbulkan ketertarikan salah satu profesor dari jepang yaitu Profesor Kawasaki.

Ancaman Bencana Alam Pada Perkembangan Pariwisata
    Bencana alam merupakan salah satu ancaman yang cukup diperhitungkan dalam perkembangan pariwisata di tiap-tiap daerah. Bahkan hal tersebut dapat menjadi kendala yang serius jika masyarakat atau pemerintah terkait bersikap apatis. Oleh karena itu, penulis akan memberikan deskripsi sederhana mengenai bencana alam dalam perkembangan pariwisata.
    Pariwisata dalam hal seni dan budaya pada dasarnya memiliki peran yang cukup besar. Peran serta dalam hal kerajinan keramik di Bayat khususnya, mempunyai potensi besar untuk kemudian dikelola menjadi sebuah tempat wisata yang dikonsep secara ideal.
    Dampak setelah terjadi gempa bumi berkekuatan sekitar 5,9 Skala Reacher pada 27 Mei 2006, kehidupan di Yogyakarta maupun Klaten mulai mencoba bangkit.. Bencana gempa bumi ini membawa korban meninggal dunia 5,716 dan kerugian material diperkirakan 29,1 trilyun. Kerugian material paling besar terjadi pada sektor tinggal, yaitu sebesar Rp 15,3 trilyun. Sementara sektor bangunan pribadi dan asset-asset produksi diperkirakan sebesar Rp 9 trilyun. Usaha-usaha produksi kecil dan menengah setidaknya mengalami kerugian sebesar Rp 4 trilyun.
    Perajin keramik tanah liat di daerah Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah yang sempat terhenti proses produksinya, akibat terkena musibah bencana alam gempa bumi tersebut, telah mulai bangkit kembali meskipun belum sepenuhnya.

"Ketika terjadi musibah gempa bumi, usaha perajin di sini hampir semuanya tidak bisa produksi, karena rumah-rumah yang untuk memproduksi keramik itu juga ikut roboh rata dengan tanah, tetapi sekarang perajin keramik di sini sudah bisa mulai bangkit kembali meskipun belum semuanya," kata salah seorang perajin keramik di Bayat Sudarmi, di Bayat, Senin.

    Pengrajin keramik di Bayat tersebut mengatakan sebelum ada musibah gempa bumi, di daerah tersebut ada sekitar seratus lebih perajin keramik, tetapi setelah musibah sekarang tinggal sekitar separuhnya yang produksi.
    Sudarmi adalah salah satu contoh kecil akibat dari gempa bumi tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa bencana alam secara tidak langsung berdampak negatif terhadap perkembangan dunia pariwisata. Dalam hal ini, Bayat merupakan salah satu tempat pariwisata dalam bentuk seni dan budaya. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa bencana alam yang terjadi ditempat tertentu, juga dapat menjadi tempat wisata.
    Saat ini pesanan sudah mulai membaik. Baik dari Surabaya, Jakarta, Bali dan Yogyakarta mulai menjadi pasar bagi para pengrajin Bayat. Walaupun tidak sediki9t yang sudah mulai membaik dan mampu memenuhi kebutuhan pasar asing. Namun terkait dengan wisatawan yang datang ke Bayat untuk sementara masih sepi tidak seperti sebelum terkena gempa. Ancaman bencana alam tersebut memang menjadi hal yang perlu difikirkan bersama. Setidaknya terdapat langkah untuk meminimalisir dengan cara mengkondisikan kesiapan masyarakat.

Peran Serta Pemerintah Dalam Dunia Pariwisata Bayat Klaten
    Peran pemerintah pada dasarnya dibutuhkan oleh masyarakat dalam hal pariwisata. Hak dan kewajiban pada dasarnya memiliki hukum kausalitas. Dalam artian masyarakat pada dasarnya memiliki hak serta kewajiban yang sama sebagai warga negara. Idealnya pemerintah memiliki kewajiban dalam hal dunia pariwisata yangkemudian dikelola oleh masyarakat yang memiliki asas manfaat.
    Pada dasarnya tanggung jawab pemerintah adalah mengatur atau membuat sebuah regulasi yang melindungi kepentingan pengusaha industri kecil khususnya, yang berkaitan dengan bahan baku. Banyak kasus di lapangan memperlihatkan naiknya harga-harga bahan baku hingga melamapaui kewajaran. Sehingga persoalan tersebut berdampak oleh pengusaha kecil dalam bidang pendanaan. Di beberapa tempat potensi untuk menyelesaikan pesanan masih ada, namun dana untuk proses produksi inilah yang tidak ada. Seorang pengepul gerabah di daerah Bayat, Wardi yang rumahnya hancur akibat gempa, menyatakan sebenarnya dia mau saja berproduksi kembali membuat gerabah. Apalagi sekarang sedang banyak pesanan, tetapi persoalannya adalah dana untuk berproduksi sama sekali tidak ada.
    Peran dunia perbankan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal ini menjadi sangat signifikan. Seperti di BUMN ada dana 3-5% dari keuntungan yang diperuntukkan untuk kemitraan dengan industri kecil sebenarnya bisa dimanfaatkan. Tetapi tidak semudah yang dibayangkan, walaupun ada berbagai janji tentang keringanan dalam pencairan dana kemintraan dengan BUMN.
    Komitmen dari berbagai pihak setidaknya memberikan angin segar bagi pengusaha-pengusaha industri kecil. Harapannya komitmen ini tetap kuat sehingga kemungkinan hilangnya potensi bisa semakin diminimalisir. Persoalannya siapa yang akan menjaga agar komitmen berbagai pihak ini tetap kuat dan sesuai alur yang diharapkan oleh industri-industri kecil. Kemunculan berbagai komite, dan asosiasi sebenarnya adalah langkah maju bagi sebuah proses kontrol terhadap komitmen semua lapisan pengampu kepentingan.
Tingkat keperdulian pemerintah yang seharusnya merupakan hal yang wajar, namun belum terealisasikan secara ideal, maka bisa disimpulkan bahwa struktural sistem yang diterapkan harus segera di evaluasi ulang. Mengingat mekanisme hak dan kewajiban antara masyarakat dengan pemerintah belum berjalan seperti semestinya.
    Dalam hal kepariwisataan pun pemerintah dirasa kurang serius dalam hal managerialnya. Sehingga dapat difahami bahwa pengelolaan dalam hal pariwisata cenderung minim. Hal tersebut dapat dilihat banyaknya pengelolaan pariwisata dikelola oleh pihak swasta. Dan terdapat indikasi atau hipotesa bahwa pengelolaan pariwisata dalam jangka panjang dapat dikuasai oleh pemilik modal besar kaum kapitalis. Dalam arti penguasaan pengelolaan pariwisata dikelola oleh orang asing.

SOLUSI PEMECAHAN DAN KESIMPULANNYA
    Dampak pariwisata memang sangat komplek. Baik dalam struktur masyarakat maupun kebudayaan yang berpengaruh langsung pada lokal genius. Sistem interaksi dapat berubah seiring dengan proses akulturasi budaya karena dampak pariwisata secara tidak langsung. Oleh karena itu, perlu adanya solusi dalam membahas permasalahan tersebut secara aktif.
    Secara umum dampak pariwisata memiliki pengaruh negatif dan positif. Dampak positifnya adalah adanya peluang usaha pada wilayah-wilayah sekitar baik dalam bentuk rumah penginapan (hotel), pedagang, guide, dan lain sebagainya. Pertukaran informasi dan teknologi juga pesat. Namun juga terdapat dampak negative diantaranya pudarnya local genius, akulturasi budaya yang tidak seimbang dan bahkan bertentangan dengan kebudayaan asal, pemahaman akan arti pentingnya pendidikan dan lain sebagainya. Hal tersebut memang menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji solusinya. Pembahasan dalam hal ini penulis batasi dengan pembahasan pariwisata Bayat Klaten sebagai pariwisata budaya dan seni.
    Pariwisata budaya merupakan jenis pariwisata yang berdasarkan pada mosaik tempat, tradisi, kesenian, upacara-upacara, dan pengalaman yang memotret suatu bangsa/suku bangsa dengan masyarakatnya, yang merefleksikan keanekaragaman dan identitas dari masyarakat atau bangsa bersangkutan. Hal tersebut bila dikelola dengan baik dapat dijadikan sebagai potensi untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan memberdayakan dan memakmurkan rakyat serta memajukan daerah Klaten .Sayangnya, dalam wacana pariwisata budaya di tingkat daerah, yang seringkali dijadikan rujukan dan contoh olek pemerintah pusat adalah pariwisata di Bali. Seolah-olah hanya daerah Bali yang hanya bisa dimajukan pariwisata budayanya untuk menarik kunjungan baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Tidak salah memang bila kita membanggakan keberhasilan Bali sebagai daerah tujuan pariwisata dunia yang telah menghasilkan sumbangan devisa terhadap negara dalam jumlah besar. Namun bila kita terjebak hanya mengandalkan satu daerah Bali saja, maka kemajuan pariwisata khususnya Kabupaten Klaten akan mengalami ketergantungan yang sangat tinggi terhadap daerah tersebut. Hal ini terbukti, ketika di Bali terjadi tragedi bom yang diledakkan oleh kaum teroris, maka penerimaan devisa negara kita di bidang pariwisata menjadi anjlok.
    Bali sebagai tolak ukur pariwisata Indonesia memang bukan merupakan hal yang perlu diperdebatkan. Namun terkait dengan hal tersebut, pariwisata pada sektor lain juga perlu dikelola dengan maksimal agar mendatangkan manfaat bersama. Dalam hal ini perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak. Baik masyarakat maupun pemerintah idealnya dapat bersinergi dalam mengelola pariwisata. Karena pada dasarnya jika sector pariwisata berkembang dengan baik, maka secara tidak langsung laju ekonomi di daerah tersebut juga berbanding lurus. Hal tersebut sama halnya jika Bayat sebagai salah satu sektor pariwisata berbasis seni dan budaya yang berkembang, maka perekonomian masyarakat sekitar setidaknya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
    Selain mempertahankan local genius agar daerah tersebut memperoleh nilai tawar dalam dunia pariwisata, masyarakat sekitar yang bekerjasama dengan pemerintah idealnya dapat menjaga dan melestarikan nilai-nilai seni dan budaya. Sehingga menjadi stimulan wisatawan untuk datang ke tempat tersebut sebagai alternative lokasi wisata. Selain itu juga dapat menjadi filter akulturasi budaya yang kini dianggap lazim. Sehingga tidak semua budaya yang masuk diterima mentah, tetapi disesuaikan dengan adapt istiadat masyarakat yang sesuai dengan nilai dan norma yang ada.
    Menurut hemat penulis, pengembangan pariwisata daerah tersebut perlu diarahkan pada pengembangan pariwisata yang berorientasi pada pelestarian budaya. Untuk menciptakan pengembangan pariwisata yang berorientasi pada kelestarian budaya, ada sejumlah hal yang dapat ditempuh antara lain :
1. Penggalakan kembali festival-festival kebudayaan lokal.
2. Perlu adanya pemetaan tata ruang pariwisata.
3. Memberikan muatan lokal kebudayaan dalam kurikulum pendidikan di Bayat Klaten.
4. Pembentukan tim pemantau pengembangan pariwisata.
Jika berhasil diciptakan pengembangan pariwisata yang memperhatikan kelestarian budaya, dapat diyakini bahwa dari waktu ke waktu Indonesia pada umumnya dan Bayat Klaten pada khususnya, akan tetap mampu mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu tempat pariwisata yang berkembang. Namun pergerakan tersebut harus selaras dengan tingkat keperdulian dan kesadaran masyarakat maupun pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Perajin Keramik Bayat Klaten Mulai Bangkit, www.kapanlagi.com /h/0000172701.html, 2007.

Melihat kondisi di industri www.studiokeramik.org/2008/04/melihat-kondisi-di- industri.html, 2009.

Robohnya Rumah Kami, Robohnya Pabrik Kami http://aneka ragam.blogspot.com/2007/03/robohnya-rumah-kami-robohnya-pabrik.html, , 2009.

Profesor Kawasaki 'Kepincut' Keramik Klaten, http://www.mediaindo.co.id , 2007

www. wikipedia.org/wiki/Bayat,_Klaten, 2009.

Golek Gerabah Jalan-Jalan Ke Bayat, www. komboran.blogspot.com, 2008.

Mungkinkah Pariwisata Budaya Klaten Bisa Maju?, 2008.

Haryo Damardono, Revolusi Desain Keramik, Bukan Hal Tabu, www. haryodamardono.blogspot.com,
 2006.


Karya , Candra Eko Winarno, 2009

SEBUAH RESUME ANTROPOLOGI SENI


 SEBUAH RESUME ANTROPOLOGI SENI 


           Anthropology berarti “ilmu tentang manusia”, yang merupakan sebuah istilah lama yang awalnya berarti “ilmu tentang ciri-ciri tubuh manusia”. Bahkan dahulu diartikan sebagai “ilmu anatomi”. Dalam ilmu antropologi tersebut, yang telah menjadikan berbagai cara hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan sebagai obyek  penelitian dan analisanya, aspek belajar itu merupakan aspek yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep “kebudayaan”, ilmu antropologi berbeda dengan ilmu yang lainnya. Jika ilmu yang lain, konsep tersebut diartikan sebagai sesuatu yang terbatas kepada hal-hal yang indah seperti, seni rupa, seni suara, sastra maupun filsafat. Sedangkan hakekatnya ilmu antropologi jauh lebih luas. Menurut antropologi, kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
            Hal tersebut berarti bahwa seluruh hasil tindakan manusia adalah kebudayaan, dikarenakan hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar, dalam arti hanya beberapa tindakan naluri, beberapa reflex, beberapa tindakan fisiologi, ataupun kelakuan saat membabi buta. Bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang dimiliki manusia dalam gen-nya ketika dilahirkan. Manusia berjalan tidak menurut wujud organisma yang telah ditentukan oleh alam, tetapi mengubah cara berjalan seperti karakteristik yang diinginkannya. Misalnya berjalan seperti pragawati, tentara atau prajurit, dimana semua hal tersebut merupakan hal yang harus dipelajari terlebih dahulu untuk kemudian diterapkan.
           Lingkungan yang dihadapi oleh manusia pada dasarnya adalah lingkungan yang telah dipahami dimana pemahaman itu berbeda satu sama yang lainnya. Hasil pemahaman ini yang membimbing perilaku manusia dalam menghadapi lingkungan tersebut. Dengan kearifan budaya merupakan produksi sejarah masyarakat setempat dalam rangka beradaptasi dengan lingkungannya.
            Indonesia pada khususnya, merupakan negara kepulauan. Seperti diketahui masyarakat Indonesia sebagian besar hidup didaerah pedesaan, dan sebagian lagi secara geografis hidup didaerah yang relative sulit dijangkau dan dipandang sebagai kelompok masyarakat yang dilihat dari aspek sejarahnya, adat istiadatnya, mempunyai kekhususan atau kehidupan yang khas dibandingkan masyarakat pada umumnya. Wilayah negara terdiri atas berbagai suku bangsa dengan budaya yang beraneka ragam. Kebudayaan masing-masing daerah dianggap sebagai kebudayaan daerah. Kebudayaan daerah merupakan hasil gagasan dan tindakan dari daerah yang bersangkutan, sehingga menjadi ciri dan kebanggaan masyarakatnya. Ciri-ciri yang nampak umum pada kebudayaan daerah adalah sebagai berikut.
            (1) Pakaian, perumahan, alat-alat yang mereka pakai sehari-hari dan sebagainya yang berbeda dengan yang terdapat di kebudayaan lain. Seperti pakaian adat Suku Sunda dan Betawi, Suku Jawa (Yogyakarta) dengan  Kalimantan Selatan
            (2) Bahasa mereka yang dipakai di lingkungan mereka sendiri merupakan bahasa khas, seperti Jawa, Sunda, dan sebagainya. Bahasa daerah juga mencakup dialek-dialek atau percampuran dari bahasa-bahasa itu yang terdapat di daerah-daerah perbatasan, seperti di daerah Cirebon, Banyuwangi, dan sebagainya.
            (3) Perkawinan berlangsung antaranggota suku di daerah mereka saja. Sistem perkawinan itu berakibat tidak terjadi proses percampuran dengan masyarakat dari daerah lain. Sistem perkawinan yang demikian itu dan karena berlangsung terus-menerus dalam waktu yang cukup lama dan menghasilkan corak-corak khas ragawi. Misalnya satu suku tertentu menunjukkan bentuk muka dan perawakan yang berbeda jika dibandingkan dengan bentuk muka dan perawakan suku lain. Sebagai contoh orang-orang dari suku-suku yang tinggal di Papua berambut keriting, sedangkan suku-suku yang tinggal di pulau Kalimantan tidak demikian.
            Di samping terdapat ciri-ciri umum seperti yang dijelaskan di atas, terdapat pula ciri khusus, misalnya kesenian daerah. Kesenian daerah merupakan hal yang penting dalam mewujudkan kebudayaan nasional, karena kebudayaan nasional merupakan hasil dari berbagai kebudayaan di daerah. Oleh karena itu proses perwujudan kebudayaan nasional perlu integrasi dari unsur-unsur kebudayaan daerah. Dalam hal ini kebudayaan daerah berperan memperkaya kebudayaan nasional. Maka dari itu pihak­pihak yang bergerak dalam bidang kebudayaan daerah harus mengarahkan tujuannya pada dua hal yang jelas.
            (1) Mengupayakan agar kebudayaan daerah itu menjadi identitas dan kebanggaan masyarakat dari daerah pendukungnya, sehingga berfungsi dan merasa manfaat di daerah.
            (2) Mengupayakan agar unsur-unsur kebudayaan daerah itu dijadikan bahan untuk dijadikan kebudayaan nasional, sehingga berfungsi dan terasa manfaatnya secara nasional.  
            Hingga saat ini masih banyak kalangan yang mempertanyakan apa benar kebudayaan nasional itu ada. Mereka beranggapan bahwa kebudayaan yang ada pada masyarakat kita itu dikembangkan oleh masyarakat di daerah-daerah. Kebudayaan yang demikian itu adalah kebudayaan daerah.

            “Kebudayaan nasional itu memang ada. Mari kita perhatikan bunyi salah satu pasal dalam UUD 1945: “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia (Pasal 32). Makna pasal 32 UUD 1945 itu adalah bahwa kebudayaan nasional itu ada dan pemerintah harus memajukannya. Mengapa harus dimajukan ? Sebab kebudayaan nasional adalah identitas kita sebagai suatu bangsa. Sama halnya dengan kebudayaan daerah yang merupakan identitas suku, maka kebudayaan nasional adalah identitas kita sebagai bangsa, sehingga perlu kita kembangkan. Maka dari itu pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat memajukan kebudayaan nasional tersebut.”[1]

            Pertanyaan yang muncul adalah yang mana yang kita anggap sebagai kebudayaan nasional atau kebudayaan bangsa itu ? Kebudayaan nasional atau kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang telah terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Di samping itu pengaruh-pengaruh yang positif dari kebudayaan asing yang dapat memperkaya kebudayaan nasional kita pandang sebagai kebudayaan nasional juga. Dengan demikian akan membuat review terkait dengan buku Koentjaraningrat yang merupakan pengantar sebuah ilmu antropologi ini menjadi menarik untuk dibahas.
            Sebelum membahas lebih lanjut terkait dengan antropologi Indonesia, penulis akan sedikit mengupas tentang Koentjaraningrat. Beliau adalah seorang ilmuwan yang berjasa meletakkan dasar-dasar perkembangan ilmu antropologi di Indonesia. Sehingga ia diberi kehormatan sebagai Bapak Antropologi Indonesia. Hampir sepanjang hidupnya disumbangkan untuk pengembangan ilmu antropologi, pendidikan antropologi, dan apsek-aspek kehidupan yang berkaitan dengan kebudayaan dan kesukubangsaan di Indonesia.
            Prof Dr Koentjaraningrat tertarik bidang ilmu antropologi sejak menjadi asisten Prof GJ Held, guru besar antropologi di Universitas Indonesia, yang mengadakan penelitian lapangan di Sumbawa. Sarjana Sastra Bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia 1952, ini meraih gelar MA Antropologi dari Yale University, AS, 1956 dan Doktor antropologi dari Universitas Indonesia, 1958. [2]
            Terkait dengan pembahasan sebelumnya mengenai kebudayaan, Koentjaraningrat menjelaskan mengenai fungsi kebudayaan nasional sebagai berikut.
            (1) Kebudayaan Nasional merupakan suatu sistem gagasan dan pralambang yang memberikan identitas kepada warga negara Indonesia.
            (2) Kebudayaan Nasional merupakan suatu sistem gagasan dan pralambang yang dapat dijadikan atau dipakai oleh semua warga negara Indonesia yang Bhinneka itu saling berkenalan dan dengan demikian dapat memperkuat kesetiakawanan atau solidaritas.
            Lebih lanjut Koentjaraningrat menjelaskan bahwa suatu unsur kebudayaan dapat berfungsi menjadi unsur kebudayaan nasional, jika memiliki tiga syarat sebagai berikut.   (1) Hasil karya rakyat Indonesia atau hasil karya jaman lampau yang berasal dari daerah-daerah yang sekarang termasuk wilayah Indonesia.
            (2) Hasil karya rakyat Indonesia dengan tema pikirannya harus mengandung ciri-ciri khas Indonesia.
            (3) Hasil karya rakyat Indonesia yang menjadi kebanggaan banyak orang dan oleh karenanya mereka mengidentifikasikan dirinya pada unsur-unsur kebudayaan tersebut.
            Pada dasarnya dinamika kehidupan manusia merupakan faktor atau indikasi awal mula adanya perubahan budaya manusia. Kebudayaan itu memiliki kecenderungan untuk berubah sebagaimana dinyatakan bapak antropologi Indonesia Koentjaraningrat (1984), bahwa kebudayaan itu sebenarnya salah satunya bercirikan sebagai endapan berbagai perilaku manusia dalam menjawab tantangan dinamika kehidupan sehari-hari. Dari tindakan-tindakan itu kemudian menghasilkan kegiatan berpikir yang muara pada kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan, kebutuhan-kebutuhan bendawi diantaranya sifat konsumtif masyarakatnya, dan seterusnya. Akibatnya orientasi tuntutan akan hal-hal bendawi menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya perubahan budaya manusia, sebagaimana dapat disaksikan pada era sekarang ini, pada hampir seluruh tingkat kelas sosial masyarakatnya. Kemudian unsur-unsur perubahan itu dapat dikenali misalnya perubahan itu meliputi setidaktidaknya
            (1) Perubahan dalam skala infra nasional mencakup daerah, perkotaan, masyarakat, keluarga, individu,serta interaksi antarsemua peringkat dan satuan.
            (2) Perubahan dalam skala supra nasional meliputi wilayah, benua, belahan bumi, kelompok nasional, etnorasial serta global dengan interaksi antarsemuanya.
            Di Indonesia khususnya, dalam hal menentukan dasar-dasar dari antropologi Indonesia belum terikat oleh tradisi atau budaya tertentu. Sehingga dalam hal memilih dan mengkombinasikan unsur-unsur dari berbagai aliran antropologi yang paling cocok atau yang dapat diselaraskan dengan masalah kemasyarakatan di Indonesia. Antropologi sebagai ilmu praktis untuk mengumpulkan data tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan dari berbagai suku-bangsa yang berbeda-beda yang kemudian kita pamerkan sehingga dengan demikian timbul suatu saling pengertian antara berbagai suku-bangsa.
            Penggunaan antropologi sebagai ilmu praktis untuk mengumpulkan data tentang kebudayaan-kebudayaan daerah dan masyarakat pedesaan sehingga dengan demikian dapat kita diketemukan dasar-dasar bagi suatu kebudayaan nasional yang mempunyai suatu kepribadian yang khusus dan dapat dibangun suatu masyarakat desa yang modern. Penggunaan antropologi sebagai suatu ilmu praktis selain sosiologi dapat memberi bantuan dalam hal memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan di Indonesia pada khususnya.
             Menurut Koentjaraningrat, ilmu antropologi dalam perkembangannya dapat diklasifikasikan kedalam Paleo-antropologi, Antropologi fisik, Etnolinguistik, Prehistori dan Etnologi. Paleo-antropologi adalah ilmu bagian yang meneliti soal asal-usul atau soal terjadinya dan evolusi mahluk manusia dengan mempergunakan sebagian bahan penelitian sisa tubuh yang telah membatu, atau fosil-fosil manusia dari zaman dahulu, yang tersimpan dalam lapisan-lapisan bumi. Sedangkan antropologi fisik adalah bagian dari ilmu antropologi yang mencoba mencapai suatu pengertian tentang sejarah terjadinya anekawarna mahluk manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuh, baik yang lahir seperti warna kulit, bentuk rambut, bentuk muka,, hidung dan golongan darah serta masih banyak lagi terkait dengan  fisik manusia.
            Antropologi Etnolinguistik adalah suatu ilmu bagian yang asal mulannya berkaitan dengan antropologi. Bahkan dalam kajian penelitiannya yang berupa daftar-daftar kata yang mengambarkan ciri dan tata-bahasa dari beratus-ratus suku bangsa, dapat terkumpul bersama dengan bahan kebudayaan suku bangsa. Dan dari bahan tersebut kemudian berkembang beberapa metode analisa kebudayaan serta mencatat bahasa-bahasa yang tidak mengenal tulisa. Dalam perkembangannya metode tersebut saat ini telah terolah dalam ilmu linguistik umum.
            Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah perkembangan dan persebaran semua kebudayaan manusia di bumi dalam zaman sebelum manusia mengenal huruf.. Menurut sejarah yang ada, seluruh waktu dari perkembangan kebudayaan umat manusia melalui saat terjadinya mahluk manusia sekitar 800.000 tahun yang lalu. Zaman prehistori dipelajari oleh sub-ilmu prehistori, sedangkan zaman histori dipelajari oleh ilmu sejarah. Bahkan penelitian ilmu prehistori adalah bekas-bekas kebudayaan yang berupa benda-benda dan alat-alat yang tersimpan dalam lapisan-lapisan bumi.

            Sub-ilmu prehistori sering juga dinamakan ilmu arkeologi, tetapi dalam arti yang lain daripada arkeologi di Indonesia. Ilmu arkeologi sebenarnya adalah sejarah kebudayaan dari zaman prehistori di Indonesia. Pada saat ini ilmu tentang prehistori Indonesia merupakan bagian dari ilmu arkeologi Indonesia dan belum dikaitkan dengan ilmu antropologi Indonesia.
            Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adapt-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Definisi tersebut menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gilin dan J.P. Gilin dalam “Cultural sociology”. Dalam konsep masyarakat Indonesia yang merupakan  suatu masyarakat dalam arti luas, masyarakat biasanya kita anggap sebagai arti sempit seperti sebuah marga atau suku tertentu.
            Diatas kesatuan hidup manusia di suatu negara, desa, atau kota, juga biasa disebut sebagai masyarakat. Lantas yang menarik adalah apakah konsep masyarakat sama dengan konsep komunitas? Pertanyaan tersebut menarik untuk dikaji.
            Pada dasarnya, pemahaman masyarakat berbeda dengan komunitas. Dapat dikatakan bahwa masyarakat lebih bersifat umum bagi suatu kesatuan hidup manusia. Oleh karena itu lebih luas dari pada komunitas. Sehingga dapat dikatakan masyarakat merupakan semua kesatuan hidup manusia yang bersifat mantap dan yang terikat oleh satuan adapt-istiadat dan rasa identitas bersama, sedangkan komunitas bersifat khusus karena ciri tambahan ikatan lokasi dan kesadaran wilayah.
            Dalam masyarakat Indonesia misalnya ada konsep “golongan pemuda”. Golongan sosial ini terdiri dari manusia yang oleh pihak luar disatukan berdasarkan satu ciri, yaitu sifat muda. Namun, kecuali ciri obyektif tersebut, golongan sosial ini digambarkan oleh umum sebagai suatu golongan manusia yang penuh idealisme, yang belum terikat oleh kewajiban-kewajiban hidup yang membebankan, dan yang karena itu masih sanggup mengabdi dan berkorban kepada masyarakat.
            Gambaran umum golongan pemuda yang baik tersebut, dalam masyarakat Indonesia berkembang kerena adanya beberapa pristiwa yang sangat menentukan dalam terjadinya negara Indonesia itu sendiri. Misalnya adalah Konggres Pemuda tahun 1928, yang menyerukan kesatuan bangsa Indonesia. Selain itu pada tahun 1945 sampai 1949 dimana para pemuda memegang peranan penting dalam revolusi fisik melawan pemerintahan jajahan Belanda. Oleh karena itu orang Indoneia menganggap bahwa golongan pemuda adalah golongan yang terdiri atas orang-orang muda yang memiliki ciri-ciri yang ideal seperti yang telah penulis sebut sebelumnya.
            Karena stereotipe tersebut, maka banyak anak muda yang kemudian mengabung dengan orang-orang sebayanya, berusaha dengan penuh semangat dan vitalitas untuk melakukan tindakan-tindakan yang mendemonstrasikan kesanggupan untuk berkorban bagi orang lain khususnya bagi orang yang dianggapnya lemah atau tertindas. Dengan demikian dalam hati sanubari mereka timbul suatu perasaan identitas golongan pemuda pada individu tertentu.
            Kelompok atau group  juga merupakan suatu masyarakat karena memenuhi syarat-syaratnya, dengan adanya interaksi antara para anggota, dengan adanya adapt-istiadat serta sistem norma yang mengatur interaksi tersebut dengan adanya kontinuitas, serta dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya. Suatu kesatuan manusia yang disebut kelompok juga mempunyai ciri tambahan yaitu organisasi dan sistem pimpinan, dan selalu tampak sebagai kesatuan dari individu-individu pada masa-masa yang secara berulang berkumpul dan kemudian bubar.
            Ciri tersebut sebenarnya juga dimiliki oleh kesatuan manusia yang paling besar yang biasa disebut negara. Tetapi kelompok tidak ditempatkan pada istilah negara, dalam arti jarang kita mendengar orang berkata tentang “kelompok Indonesia” apabila yang dimaksud adalah Negara Republik Indonesia. Karena pada dasarnya kelompok itu lebih kecil dari suatu negara.
            Kota dan Desa yang memiliki organisasi dan sistem pimpinan dimana keduanya tidak bisa disebut sebagai kelompok. Oleh karena itu kita tidak pernah mendengar orang menyebut kelomp[ok Surakarta atau kelompok Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan ciri lokasi itu bukanlah cirikas dari kelompok.
            Dari contoh tersebut diatas telah tampak bahwa secara khusus ada beberapa macam kelompok yang berbeda-beda sifatnya. Suatu kelompok primer dengan organisasi adat biasanya juga mempunyai sistem pimpinan yang sifatnya lain daripada suatu perkumpulan dengan organisasi buatan. Pimpinan kelompok tersebut biasanya lebih berdasarkan kewibawaan dan karisma sedangkan warga kelompok lebih berlandaskan hubungan anonim dan azasguna.
            Seorang ahli antropologi biasanya selain memilih sesuatu kejuruan mengenai satu sub-ilmu dalam antropologi, juga memilih suatu kejuruan mengenai suatu daerah dimuka bumi. Seperti halnya dengan ahli antropologi Indonesia yang tidak dapat mengikuti syarat-syarat ilmu konvensional yang lazim diterima oleh dunia antropologi. Ahli antropologi Indonesia idealnya mengenal bentuk-bentuk kebudayaan masyarakat diwilayah Indonesia itu sendiri. Wilayah yang meliputi Irian Jaya dimana dalam kajian antropologi secara konvensional bahwa Irian Jaya dan Papua Nugini digolongkan menjadi satu dengan penduduk Malanesia. Hal tersebut tentunya perlu pembahasan dan penelitian yang lebih faktual ketika pembahasannya menyangkut ruang lingkup antropologi yang bisa dikatakan sangat kompleks. Oleh karena itu wajib untuk mengetahui hal-hal terkait dengan masyarakat serta kebudayaan-kebudayaan di wilayah negara-negara tetangga, diantaranya Malaysia, Brunei, Filipina, Papua Nuigini, dan Asia Tenggara.
            Klasifikasi dari anekawarna suku-bangsa di Wilayah Indonesia biasanya masih berdasarkan sistem lingkaran-lingkaran hukum adat yang pada awalnya disusun oleh Van Vollenhoven.  Dia mambagi Indonesia kedalam 19 daerah. Terkait dengan lokasi suku-suku bangsa di Indonesia yang masih berdasarkan peta bahasa dari J. Esser, harus diperhatikan bahwa terutama untuk daerah-daerah seperti Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia Timur, bahkan untuk beberapa bagian dari Sumatra, masih banyak terdapat keragu-raguan.
            Dalam bahasa juga memiliki variasi yang cukup banyak dari sebuah suku-bangsa tertentu. Seperti contohnya, dalam bahasa Jawa di Purwokerto, Tegal, Surakarta dan Surabaya, terdapat perbedaan khusus yang menurut ahli bahasa disebut sebagai perbedaan logat atau dialek. Bahasa Jawa ditentukan oleh orang di desa, atau yang dipakai dalam lapisan pegawai di istana. Perbedaan bahasa menurut lapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan disebut tingkat sosial bahasa. Walaupun sebenarnya jika kaji lebih jauh, maka kita akan mengetahui bahwa di dunia ini perbedaan bahasa menurut tingkat sosial seringkali ada.
            Bahasa Indonesia merupakan salah satu unsur kebudayaan nasional. Bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu (asli) dan unsur-­unsur serapan dari bahasa-bahasa asing (Inggris, Belanda, Arab, India, dan lain-lain). Sebagai unsur kebudayaan nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antar suku bangsa, sehingga bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu bangsa. Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa negara.
            Dari beberapa pembahasan dan cuplikan tersebut diatas, maka dapat penulis tarik kesimpulan bahwa antropologi merupakan sebuah ilmu yang kompleks. Dan pendekatan dari masing-masing batasan masalah memerlukan pengkajian dari perspektif tertentu. Sehingga untuk mengkaji sebuah bahasan tertentu tersebut tidak dapat berada dalam sutu perspektif saja. Dalam artian, selain dalam ruang lingkup antropologi itu sendiri, perlu juga bahasan dalam sebuah perpektif ilmu yang lain untuk kemudian dapat dijadikan sebuah pemecahan masalah tertentu.
            Dalam aktualisasinya dapat penulis contohkan dalam kasus penelusuran perubahan kebudayaan di Indonesia. Dalam perspektif antropologi ada beberapa unsur pendorong terjadinya perubahan budaya antara lain adalah sebagai berikut.
            (1) Persatuan kelompok etnik, linguistik, dan kepercayaan dalam satu negara bangsa merdeka, adaptasi terhadap perubahan di kalangan beberapa etnik dan daerah yang berlainan, perkembangan budaya yang progresi ternyata juga diikti oleh regresi, management of diversity oleh pemerintah dan organisasi masyarakat menjadi sangat penting.
            (2) Petambahan penduduk yang mencolok yang tidak diikuti oleh pertunmbuhan pendidikan dan ekonomi sehingga terjadi eksodus rural yang tidak equivalent dengan adaptasi urban.
            (3) Seni berkembang menjadi seni turistik dan komersial.
            (4) Arus gaya hidup, moda pakaian dan pola makanan sangat kuat terkena pengaruh Barat misalnya Amerika, dan masih banyak lagi.
            Jika kita lihat dalam kajian seni dan kebudayaan, maka kemajuan pesat teknologi informasi dan elektronik secara nasional dan massal, dari segi pandangan masyarakat saat ini adalah berdasar pada taste of aesthetics yang berbeda dengan yang terdahulu yaitu menjadi estetika perkotaan, menuntut tontonan yang spetakuler, glamour, lawakan dan dagelan (setting) urban, telah sengaja atau tidak adalah penetrasi ke setiap sudut negeri. Setelah pengucilan-pengucilan daerah-daerah rural ditembus untuk penonton atau kesenian lokal mulai diserap oleh massal. Penonton seni pertunjukan terutama seni tradisi itu kini semakin berkurang secara terus menerus, akibat dari pertama adalah sikap media cetak dan siaran dari perkotaan yang terasa meremehkan kesenian daerah sebagai hal yang terbelakang yang pantas untuk ditertawakan dan dicemooh karena dianggap tidak modern dan ketinggalan jaman. Kedua, sikap para pemimpin sosial dan agama yang masih sering memberi label kesenian tradisional atau daerah tidak sesuai dengan agama dan moral. Ketiga, seni-seni klasik juga tidak jauh berbeda menjadi terdesak hebat akibat dari lenyapnya pengayom, akibatnya seni seperti ini memilih mencari pengayom lain yaitu para sponsor yang biasanya orientasi bisnisnya lebih kental dalam tanda petik. Misalnya dari media, lembaga swasta, televisi dan sebagainya.
            Jika kita kaji dalam perspektif antropologi, maka seni tersebut idealnya ditinjau sebagai ekspresi hasrat manusia terkait dengan keindahan yang dinikmati. Dan setiap perubahan yang terjadi dalam seni maupun kebudayaan itu tidak dapat dilepaskan dari alam lingkungannya. Berbagai peristiwa jaman yang tengah berlangsung tanpa disadari menjadi salah satu setting senimannya dalam berkarya seni, sesuai dengan kaidah serta konvensi bidang seni masing-masing. Misalnya, bahwa tanda-tanda jaman itu dapat dilihat dari permintaan lakon-lakon wayang yang diinginkan masyarakat penanggapnya dalam suatu pertunjukan wayang kulit purwa. Dari berbagai catatan penting itulah yang dipakai sebagai awal terjadinya transformasi kesenian tradisional wayang di Yogyakarta. Dalam berbagai jalur kesenian yang lain pun barang kali tidak jauh berbeda yang satu sama lainnya saling terkait. Tentu saja ini mendapat pengaruh dalam konteks perubahan sosial politik yang dinamis di tingkat global. Kalau dapat dipaparkan kira-kira paling tidak terlihat dalam era di masa sebelum dan awal kemerdekaan, raja dan kraton berperan sebagai pengayom berbagai bentuk seni budaya tradisional.
            Ciri-ciri modernitas dalam gaya dan format terbatas, dalam artinya terbatas cakrawala dan point of view seniman yang bersangkutan. Spiritualitas, existensi, dan kualitas karya seninya menjadi taruhan, dalam bahasa yang lebih sederhana disebut sebagai anut kadewasaning yuswa. Dari uraian yang disampaikan tadi kiranya dapat ditarik muara pembicaraan ke arah kesimpulan yang sifatnya juga sangat hipotetis artinya harus dibuktikan lewat kajian serius dalam fieldwork penelitian.
            Karangan Prof Dr Koentjaraningrat sebagai induk antropologi memang memberikan perspektif yang bagus terhadap ilmu antropologi secara komprehensif integral. Namun gejala-gejala yang timbul dalam suatu kajian antropologi tidak dapat monoton. Dikarenakan ilmu tentang manusia berkembang seiring dengan perkembangan yang ada. Dan proses tersebut dapat terakulturasi satu sama lain dalam bentuk budaya sehingga dapat menghasilkan budaya baru. Dan pada akhirnya, sebuah kajian antropologi yang telah dibukukan pada masa saat ini, mungkin kelak tidak dapat kita jadikan rujukan. Tetapi hanya sebagai sebuah tambahan pemahaman saja. Karena sebuah ilmu pada dasarnya berkembang selaras dengan jaman.


[1] Sugiono, “Keberagaman Dan Perwujudan Kebudayaan Di Indonesia, www.sugionoweb.blogspot.com, 16 Mar 2009