MENGENAL KERAMIK SECARA SEDERHANA
Seni merupakan suatu hal yang memiliki artikulasi yang berbeda tergantung dari sudut pandang yang dipakai. Penilaian suatu karya tidak dapat melalui satu sudut pandang saja. Hal tersebut terkait dengan nilai dari sebuah karya seni yang bersifat abstrak. Dan bagaimanapun seseorang mendefinisikan keindahan dalam karya seni, hal tersebut tetap merupakan teoritis. Dan cita rasa yang abstrak tersebut hanya merupakan basis aktivitas artistik yang elementer. Eksponen dari aktifitas tersebut adalah manusia yang berhubungan dengan kehidupannya.(Soedarso SP.,2000)
Dalam Trilogi Seni karangan Soedarso SP mengemukakan bahwa sudah sejak dahulu pada abad pertengahan, tidak ada suatu hal yang membedakan tegas antara seniman dan kriyawan. Bahkan Plato yang merupakan salah satu filsuf Yunani pernah sedikit merendahkan seorang pembuat lukisan dengan mengatakan bahwa seandainya tukang sepatu merupakan ahli dalam membuat sepatu dan tukang mebel adalah ahli dalam membuat meja dan kursi yang sebenarnya, maka seorang pelukis hanyalah ahli dalam membuat tiruan sepatu, meja ataupun kursi serta benda yang tak kasatmata.(Soedarso SP.,2006)
Dari hal tersebut maka bisa difahami bahwasanya sebuah karya kriya idealnya memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dari sebuah karya lukisan. Walaupun dewasa ini karya sebuah lukisan lebih dihargai jika dibandingkan dengan karya kriya itu sendiri. Hal tersebut secara tidak langsung dilatar belakangi oleh adanya istilah “fine art” atau biasa disebut sebagai seni murni pada abad ke delapanbelas, dimana terdapat pembeda yang cukup tebal antara seniman dengan kriyawan. Hal tersebut dibedakan dengan cara mengklasifikasikan bahwa seniman merupakan seseorang yang bekerja dalam bidang seni murni sedangkan kriyawan adalah seseorang yang bekerja dengan seni pakai atau tukang yang bekerja dengan ketrampilan tangannya.
Jika kita lihat dari beberapa data yang penulis peroleh bahwasanya terdapat beberapa kendala dalam penerapan ilmu kriya terkait dengan kedudukan dan nilai kriya di mata masyarakat pada umumnya. Ketika kedudukan kriya itu sendiri rancu dalam memetakan tentang konsep kriyawan dengan seniman maka akan timbul pertanyaan yang menarik ketika kita kaitkan dengan kedudukan Institusi Seni sebagai perguruan tinggi negeri yang mencetak mahasiswa dengan predikat sarjana seni. Lantas yang disebut sebagai kriya seni keramik khususnya, itu seperti apa dan bagaimana? Mungkinkah terdapat perbedaan mendasar?
Bahkan penulis selaku seorang pelajar seni, tidak jarang diskusi dengan beberapa mahasiswa selain kriya, yang notabene mereka beranggapan bahwa para mahasiswa kriya hanya seorang tukang dengan predikat mahasiswa. Hal seperti yang telah dipaparkan penulis secara singkat tersebut merupakan sebuah realita kecil dalam perhelatan dunia seni rupa Indonesia dulu dan kini.
Ketika kata keramik muncul, terdapat beberapa persepsi yang menarik. Terdapat anggapan bahwa keramik adalah sebuah media penghias lantai yang mengkilap dan berwarna, kerasnya menyerupai gelas dan biasanya disebut tile. Ada pula yang menganggap bahwa keramik adalah kerajinan yang hanya berupa guci maupun pot yang biasa dijual murah dan kebanyakan berwarna merah bata. Benarkah hanya itu deskripsi mengenai keramik? Lantas apa yang dimaksud dengan keramik?
Tulisan ini memaparkan secara ringkas tentang keramik dan perkembangannya, baik dari perspektif seni maupun teknologi. Selain itu juga hal-hal terkait dengan klasifikasi seni dan bukan seni yang sedikit banyak dapat menjadi sebuah wacana baru yang bersifat positif.
Keramik berasal dari kata keramos, yang merupakan salah satu dewa dalam mithologi Yunani yang merupakan anak dewa Bacchus dan Ariadne yang dipercaya sebagai dewa pelindung orang yang mata pencahariannya mengerjakan tanah liat. Tanah liat tersebut melalui beberapa proses sebelum dapat dikatakan sebagai karya keramik. Proses tersebut antara lain adalah proses pembentukan, pengeringan dan pembakaran pada suhu tertentu.
Dahulu pada awalnya pembuatan keramik sebagian besar dalam bentuk wadah atau tempat air. Proses pembuatannya masih sangat tradisional, yaitu dilakukan dengan menggunakan tangan secara kasar dan menjemurnya dibawah terik matahari atau di perapian. Kemudian untuk membuatnya semakin lebih keras maka dibuatlah tungku pembakaran. Setelah itu bentuknya diperbesar sehingga menciptakan alat putar dengan ukuran dasar yang besar dan didorong oleh seorang pembantu. Dan di atas alat putar tersebut dibuatlah karya keramik.
Pada saat ini keramik banyak dibuat distudio keramik atau dipabrik-pabrik diseluruh dunia. Keramik dapat berkembang dan bertahan hingga sekarang karena pembuatannya yang sederhana dan memberikan kepuasan bagi pemakai. Bangsa Yunani, Romawi, Cina pada dinasti Tang dan Sung, Korea, juga karya keramik yang dibuat oleh penduduk Indian Amerika merupakan sebuah bukti bahwa barang keramik memiliki nilai estetik yang dapat dinikmati dan diminati selama berabad-abad diseluruh dunia.
Keramik juga merupakan media dalam mengekspresikan sebuah karya seni. Dengan tanah liat dan glasir dapat menghasilkan benda-benda fungsional dan dapat juga menghasilkan benda-benda seni yang merupakan ekspresi pribadi dengan memakai warna glasir dan tekstur yang lebih variatif. Penggunaanya bisa berupa bangunan besar untuk arsitektur atau benda-benda tradisi yang wajib untuk dihargai.
Seiring perkembangan zaman, lama kelamaan pengetahuan dan penyempurnaan dalam bidang keramik semakin banyak, terutama dalam pembuatan peralatan sehari-hari. Hingga sekitar abad ke-20, telah banyak kemajuan dalam bidang keramik. Diantaranya bahan-bahan keramik yang mempunyai kualitas baik sehingga bisa dipergunakan sebagai peralatan pabrik kimia, pelapis pesawat ulang alik, dan sebagainya.
Seorang Hilda Soemantri sepulang dari Amerika Serikat pada tahun 1979, mampu memberikan corak baru dalam seni rupa Indonesia. Dia dapat memberikan nuansa keramik abstrak yang memberikan kualitas baru dengan kecenderungan ke arah pengekspresian diri. Sehingga karya yang dihasilkan jauh dari nilai fungsi ataupun kegunaan dan lebih mengutamakan nilai ekspresi. Dia menerapkan ilmu yang didapat dari tempat belajarnya yang secara tidak langsung berpengaruh pada perkembangan seni keramik di Indonesia. Nilai dari sebuah karya keramik selain dipandang dari tingginya nilai craftmensif juga ditinjau dari kedalaman konsep serta nilai estetis yang melingkupinya.
Hal tersebut merupakan permasalahan penting yang jarang diungkap secara jelas di dalam dunia seni keramik. Bahkan jika kita melihat di dalam kamus ilmiah popular manapun, arti kata kriya diartikan sebagai kata kerajinan. Dan tentunya berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat luas mengenai sempitnya arti kata kriya dewasa ini. Mengingat keramik juga tergolong kedalam salah satu seni kriya, maka pengaruh dari legitimasi tersebut membuat nilai keramik menjadi rendah dan sempit. Oleh karena itu, di dalam tulisan ini penulis sedikit menyinggung hal-hal terkait dengan keramik dalam perspektif estetika maupun teknologi dan perkembangannya. Sehingga sedikit banyak dapat membantu memperjelas wacana terkait dengan keramik di Indonesia.
Jika kita melihat perkembangan keramik dari sudut pandang teknologi juga memiliki berbagai klasifikasi dan kegunaan, yang tentunya tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak para peneliti yang mencoba untuk mencari bahan lain selain logam, dikarenakan memiliki berat jenis yang besar dan mengalami proses korosi . Sehingga menyebabkan suatu produk tersebut menjadi kurang ekonomis dan umur efektifnya tidak panjang. Dan peneliti tersebut banyak yang beralih kepada barang-barang non metal, salah satunya keramik.
Oleh karena itu, bisa kita fahami bahwasanya fungsi dari pada keramik berkembang demikian pesatnya. Bukan hanya menghasilkan produk-produk kebutuhan sehari-hari yang bersifat praktis, namun tentunya lebih luas jika kita kaji lebih dalam lagi.
Seni Keramik adalah cabang seni rupa yang mengolah material keramik untuk membuat karya seni dari yang bersifat tradisional sampai kontemporer. Selain itu dibedakan pula kegiatan kriya kerajinan keramik berdasarkan prinsip fungsionalitas dan produksinya. Tentunya terdapat perbedaan yang signifikan antara keramik seni dengan keramik produksi, dimana keramik produksi hanya dinilai dari segi teknis dan besar kecil suatu karya, maka karya seni lebih bersifat kompleks dengan memperhatikan nilai estetis yang terkandung dalam suatu karya kriya.
Jika kita lihat di zaman dulu, nenek moyang kita saat membuat sebuah karya seni selalu dilandasi dengan filosofi yang mengandung dengan pola pikir religius, spiritual dan magis. Sehingga di dalam karya yang diciptakan oleh mereka berhasil menciptakan sebuah seni kriya yang berkualitas dan dapat mencerminkan jiwa zamannya. Hal tersebut juga didasari karena adanya tatanan budaya yang tradisional beserta solidaritas yang tinggi dengan kesadaran kebersamaan terhadap lingkungan alam.
SP. Gustami memberikan batasan bahwa seni kriya adalah suatu karya seni yang unik dan karakteristik di dalamnya mengandung muatan nilai-nilai yang mantap dan mendalam menyangkut nilai estetik, simbolik, filosofis, dan fungsional dimana di dalam perwujudanya didukung oleh craftsmanship tinggi. Oleh masyarakat awam, pada umumnya tidak mengetahui akan batasan-batasan tersebut. Sehingga suatu karya hanya dinilai berdasarkan bahan dan proses penciptaan dengan memberikan nilai sama dengan karya kerajinan pasar. Jika dikaji lebih jauh lagi, menurut perkembangannya, di dalam seni kriya terdapat kerancuan dalam membedakan antara seni murni dan desain. Oleh karena itu perlu dicermati secara teliti mengenai batasan-batasan suatu karya seni bisa dikatakan sebagai karya seni murni, desain maupun seni kriya.
Pada masa kerajaan di Jawa, dikenal adanya produk-produk seni kriya yang diciptakan dilingkungan keraton dan luar keraton. Kedua lingkungan itu menghasilkan produk yang canggih di satu pihak dan di pihak lain menghasilkan produk yang sederhana. Seniman yang berasal dari keraton disebut kriyawan dan seniman pedesaan disebut perajin.
Seiring berjalannya waktu, seniman kriya atau akrab disebut sebagai kriyawan telah mengalami perubahan. Bukan hanya dalam bentuk dari pada karya kriya itu semacam apa, bahkan menganalisis bahwasanya seseorang layak untuk disebut sebagai seorang kriyawan juga mengalami kerancuan
Seni kriya yang merupakan cabang seni rupa seringkali diabaikan oleh para pengamat seni karena dianggap sebagai sebuah karya yang hanya memiliki nilai fungsional dan dianggap sebagai kreatifitas kerajinan belaka. Padahal jika dicermati dalam berbagai produk seni kriya keramik misalnya, tidak hanya memvisualisasikan sebuah karya yang memiliki nilai guna dan menyenangkan. Proses penciptaannya juga memerlukan pencarian ide serta pendekatan dari beberapa metode yang menuntut kreatifitas yang tinggi.
Terdapat perbedaan penilaian yang cukup kompleks dalam menilai sebuah karya keramik. Sehingga pengklasifikasian suatu barang dapat dikategorikan sebagai sebuah karya seni atau produksi tidak hanya melalui penilaian subyektif. Menurut hemat penulis, sebuah karya keramik seni merupakan sebuah karya keramik yang merupakan pengekspresian pribadi yang diperoleh dari pengalaman estetis seorang seniman, sehingga mampu mengetarkan jiwanya untuk membuat suatu karya menurut karakteristik serta intepretasi seniman, yang kemudian direspon kedalam sebuah bentuk tertentu dengan menggunakan tanah liat dan dibakar pada suhu tertentu. Sedangkan karya keramik produksi merupakan sebuah karya keramik yang dibuat berdasarkan pemenuhan kebutuhan yaitu dapat berupa benda fungsional yang dipakai untuk kepentingan pribadi maupun karya yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar, dan seringkali karya tersebut dibuat secara terus menerus dengan desain yang sama. Dari intepretasi tersebut maka bisa dikatakan terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara keramik seni dengan keramik produksi.
Kriya pada dasarnya berada di dalam kedudukan yang seimbang antara desain dan seni murni. Dia bisa mencakup bidang seni maupun desain. Sehingga nantinya tergantung arahan sang kriyawan hendak membawa kemana kriya tersebut ditempatkan.
Keramik yang tergolong ke dalam kriya juga bisa menempatkan diri sebagai sebuah produk masal atau lebih akrabnya dalam bidang kerajinan, ataupun menjadi sebuah karya seni yang bernilai tinggi yang merupakan wujud dari ekspresi penciptanya. Bahkan keramik juga dapat digolongkan kedalam bentuk teknologi mutahir dan sebagai salah satu obyek penelitian yang kondisional untuk menciptakan dan menemukan teknologi baru yang dapat menyumbang ilmu pengetahuan atau sains.
Penilaian karya seni dewasa ini lebih kepada legitimasi penilaian masyarakat yang didukung oleh wacana yang dibangun dalam seni rupa Indonesia. Oleh karena itu, keramik seni akan diakui oleh masyarakat sebagai sebuah karya yang memiliki nilai estetis tinggi ketika para kriyawan menampilkan dengan pembuktian. Salah satunya dengan sering mengikuti perhelatan iven pameran melalui karya-karya kriya yang memiliki craftmenshif dan ekspresi yang tinggi.
Akhir kata, penulis menyadari bahwasanya sebuah penilaian karya seni yang berkait dengan estetika merupakan sebuah wacana yang terkait dengan hal-hal yang bersifat teoritis, dimana terdapat sebagian orang yang berusaha memisah-misahkan dan ada pula yang merangkumnya. Semua hal tersebut tergantung pada masing-masing individu, dimana pada dasarnya kita tidak dapat memperdebatkan rasa. Tetapi didalam penilaian yang bersifat abstrak tersebut, tentunya terdapat hal yang dapat kita hubungkan dengan sesuatu hal yang dapat ditangkap dengan rasio. Dan ketika kita dapat menghubungkannya maka tentu dapat menjadikan landasan dalam mengkritisi sebuah fenomena visual yang terdapat dalam wacana seni rupa dewasa ini.
Candra Eko Winarno, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar