Mengenai Saya

Foto saya
Kami membuka pelatihan keramik, batik, tatah ukir kayu dan kerajinan kulit serta produk-produk kreatif yang berupa barang. Fasilitas jasa : * tentor berpengalaman dari mahasiswa mahasiswi ISI Yogyakarta. * Alat dan Bahan * Sertifikat Studio 1 : Dladan,Tamanan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta Studio II : Nogosari, Sumberagung, Jetis, Bantul, Yogyakarta

Senin, 28 Desember 2009

SEBUAH RESUME ANTROPOLOGI SENI


 SEBUAH RESUME ANTROPOLOGI SENI 


           Anthropology berarti “ilmu tentang manusia”, yang merupakan sebuah istilah lama yang awalnya berarti “ilmu tentang ciri-ciri tubuh manusia”. Bahkan dahulu diartikan sebagai “ilmu anatomi”. Dalam ilmu antropologi tersebut, yang telah menjadikan berbagai cara hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan sebagai obyek  penelitian dan analisanya, aspek belajar itu merupakan aspek yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep “kebudayaan”, ilmu antropologi berbeda dengan ilmu yang lainnya. Jika ilmu yang lain, konsep tersebut diartikan sebagai sesuatu yang terbatas kepada hal-hal yang indah seperti, seni rupa, seni suara, sastra maupun filsafat. Sedangkan hakekatnya ilmu antropologi jauh lebih luas. Menurut antropologi, kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
            Hal tersebut berarti bahwa seluruh hasil tindakan manusia adalah kebudayaan, dikarenakan hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar, dalam arti hanya beberapa tindakan naluri, beberapa reflex, beberapa tindakan fisiologi, ataupun kelakuan saat membabi buta. Bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang dimiliki manusia dalam gen-nya ketika dilahirkan. Manusia berjalan tidak menurut wujud organisma yang telah ditentukan oleh alam, tetapi mengubah cara berjalan seperti karakteristik yang diinginkannya. Misalnya berjalan seperti pragawati, tentara atau prajurit, dimana semua hal tersebut merupakan hal yang harus dipelajari terlebih dahulu untuk kemudian diterapkan.
           Lingkungan yang dihadapi oleh manusia pada dasarnya adalah lingkungan yang telah dipahami dimana pemahaman itu berbeda satu sama yang lainnya. Hasil pemahaman ini yang membimbing perilaku manusia dalam menghadapi lingkungan tersebut. Dengan kearifan budaya merupakan produksi sejarah masyarakat setempat dalam rangka beradaptasi dengan lingkungannya.
            Indonesia pada khususnya, merupakan negara kepulauan. Seperti diketahui masyarakat Indonesia sebagian besar hidup didaerah pedesaan, dan sebagian lagi secara geografis hidup didaerah yang relative sulit dijangkau dan dipandang sebagai kelompok masyarakat yang dilihat dari aspek sejarahnya, adat istiadatnya, mempunyai kekhususan atau kehidupan yang khas dibandingkan masyarakat pada umumnya. Wilayah negara terdiri atas berbagai suku bangsa dengan budaya yang beraneka ragam. Kebudayaan masing-masing daerah dianggap sebagai kebudayaan daerah. Kebudayaan daerah merupakan hasil gagasan dan tindakan dari daerah yang bersangkutan, sehingga menjadi ciri dan kebanggaan masyarakatnya. Ciri-ciri yang nampak umum pada kebudayaan daerah adalah sebagai berikut.
            (1) Pakaian, perumahan, alat-alat yang mereka pakai sehari-hari dan sebagainya yang berbeda dengan yang terdapat di kebudayaan lain. Seperti pakaian adat Suku Sunda dan Betawi, Suku Jawa (Yogyakarta) dengan  Kalimantan Selatan
            (2) Bahasa mereka yang dipakai di lingkungan mereka sendiri merupakan bahasa khas, seperti Jawa, Sunda, dan sebagainya. Bahasa daerah juga mencakup dialek-dialek atau percampuran dari bahasa-bahasa itu yang terdapat di daerah-daerah perbatasan, seperti di daerah Cirebon, Banyuwangi, dan sebagainya.
            (3) Perkawinan berlangsung antaranggota suku di daerah mereka saja. Sistem perkawinan itu berakibat tidak terjadi proses percampuran dengan masyarakat dari daerah lain. Sistem perkawinan yang demikian itu dan karena berlangsung terus-menerus dalam waktu yang cukup lama dan menghasilkan corak-corak khas ragawi. Misalnya satu suku tertentu menunjukkan bentuk muka dan perawakan yang berbeda jika dibandingkan dengan bentuk muka dan perawakan suku lain. Sebagai contoh orang-orang dari suku-suku yang tinggal di Papua berambut keriting, sedangkan suku-suku yang tinggal di pulau Kalimantan tidak demikian.
            Di samping terdapat ciri-ciri umum seperti yang dijelaskan di atas, terdapat pula ciri khusus, misalnya kesenian daerah. Kesenian daerah merupakan hal yang penting dalam mewujudkan kebudayaan nasional, karena kebudayaan nasional merupakan hasil dari berbagai kebudayaan di daerah. Oleh karena itu proses perwujudan kebudayaan nasional perlu integrasi dari unsur-unsur kebudayaan daerah. Dalam hal ini kebudayaan daerah berperan memperkaya kebudayaan nasional. Maka dari itu pihak­pihak yang bergerak dalam bidang kebudayaan daerah harus mengarahkan tujuannya pada dua hal yang jelas.
            (1) Mengupayakan agar kebudayaan daerah itu menjadi identitas dan kebanggaan masyarakat dari daerah pendukungnya, sehingga berfungsi dan merasa manfaat di daerah.
            (2) Mengupayakan agar unsur-unsur kebudayaan daerah itu dijadikan bahan untuk dijadikan kebudayaan nasional, sehingga berfungsi dan terasa manfaatnya secara nasional.  
            Hingga saat ini masih banyak kalangan yang mempertanyakan apa benar kebudayaan nasional itu ada. Mereka beranggapan bahwa kebudayaan yang ada pada masyarakat kita itu dikembangkan oleh masyarakat di daerah-daerah. Kebudayaan yang demikian itu adalah kebudayaan daerah.

            “Kebudayaan nasional itu memang ada. Mari kita perhatikan bunyi salah satu pasal dalam UUD 1945: “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia (Pasal 32). Makna pasal 32 UUD 1945 itu adalah bahwa kebudayaan nasional itu ada dan pemerintah harus memajukannya. Mengapa harus dimajukan ? Sebab kebudayaan nasional adalah identitas kita sebagai suatu bangsa. Sama halnya dengan kebudayaan daerah yang merupakan identitas suku, maka kebudayaan nasional adalah identitas kita sebagai bangsa, sehingga perlu kita kembangkan. Maka dari itu pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat memajukan kebudayaan nasional tersebut.”[1]

            Pertanyaan yang muncul adalah yang mana yang kita anggap sebagai kebudayaan nasional atau kebudayaan bangsa itu ? Kebudayaan nasional atau kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang telah terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Di samping itu pengaruh-pengaruh yang positif dari kebudayaan asing yang dapat memperkaya kebudayaan nasional kita pandang sebagai kebudayaan nasional juga. Dengan demikian akan membuat review terkait dengan buku Koentjaraningrat yang merupakan pengantar sebuah ilmu antropologi ini menjadi menarik untuk dibahas.
            Sebelum membahas lebih lanjut terkait dengan antropologi Indonesia, penulis akan sedikit mengupas tentang Koentjaraningrat. Beliau adalah seorang ilmuwan yang berjasa meletakkan dasar-dasar perkembangan ilmu antropologi di Indonesia. Sehingga ia diberi kehormatan sebagai Bapak Antropologi Indonesia. Hampir sepanjang hidupnya disumbangkan untuk pengembangan ilmu antropologi, pendidikan antropologi, dan apsek-aspek kehidupan yang berkaitan dengan kebudayaan dan kesukubangsaan di Indonesia.
            Prof Dr Koentjaraningrat tertarik bidang ilmu antropologi sejak menjadi asisten Prof GJ Held, guru besar antropologi di Universitas Indonesia, yang mengadakan penelitian lapangan di Sumbawa. Sarjana Sastra Bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia 1952, ini meraih gelar MA Antropologi dari Yale University, AS, 1956 dan Doktor antropologi dari Universitas Indonesia, 1958. [2]
            Terkait dengan pembahasan sebelumnya mengenai kebudayaan, Koentjaraningrat menjelaskan mengenai fungsi kebudayaan nasional sebagai berikut.
            (1) Kebudayaan Nasional merupakan suatu sistem gagasan dan pralambang yang memberikan identitas kepada warga negara Indonesia.
            (2) Kebudayaan Nasional merupakan suatu sistem gagasan dan pralambang yang dapat dijadikan atau dipakai oleh semua warga negara Indonesia yang Bhinneka itu saling berkenalan dan dengan demikian dapat memperkuat kesetiakawanan atau solidaritas.
            Lebih lanjut Koentjaraningrat menjelaskan bahwa suatu unsur kebudayaan dapat berfungsi menjadi unsur kebudayaan nasional, jika memiliki tiga syarat sebagai berikut.   (1) Hasil karya rakyat Indonesia atau hasil karya jaman lampau yang berasal dari daerah-daerah yang sekarang termasuk wilayah Indonesia.
            (2) Hasil karya rakyat Indonesia dengan tema pikirannya harus mengandung ciri-ciri khas Indonesia.
            (3) Hasil karya rakyat Indonesia yang menjadi kebanggaan banyak orang dan oleh karenanya mereka mengidentifikasikan dirinya pada unsur-unsur kebudayaan tersebut.
            Pada dasarnya dinamika kehidupan manusia merupakan faktor atau indikasi awal mula adanya perubahan budaya manusia. Kebudayaan itu memiliki kecenderungan untuk berubah sebagaimana dinyatakan bapak antropologi Indonesia Koentjaraningrat (1984), bahwa kebudayaan itu sebenarnya salah satunya bercirikan sebagai endapan berbagai perilaku manusia dalam menjawab tantangan dinamika kehidupan sehari-hari. Dari tindakan-tindakan itu kemudian menghasilkan kegiatan berpikir yang muara pada kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan, kebutuhan-kebutuhan bendawi diantaranya sifat konsumtif masyarakatnya, dan seterusnya. Akibatnya orientasi tuntutan akan hal-hal bendawi menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya perubahan budaya manusia, sebagaimana dapat disaksikan pada era sekarang ini, pada hampir seluruh tingkat kelas sosial masyarakatnya. Kemudian unsur-unsur perubahan itu dapat dikenali misalnya perubahan itu meliputi setidaktidaknya
            (1) Perubahan dalam skala infra nasional mencakup daerah, perkotaan, masyarakat, keluarga, individu,serta interaksi antarsemua peringkat dan satuan.
            (2) Perubahan dalam skala supra nasional meliputi wilayah, benua, belahan bumi, kelompok nasional, etnorasial serta global dengan interaksi antarsemuanya.
            Di Indonesia khususnya, dalam hal menentukan dasar-dasar dari antropologi Indonesia belum terikat oleh tradisi atau budaya tertentu. Sehingga dalam hal memilih dan mengkombinasikan unsur-unsur dari berbagai aliran antropologi yang paling cocok atau yang dapat diselaraskan dengan masalah kemasyarakatan di Indonesia. Antropologi sebagai ilmu praktis untuk mengumpulkan data tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan dari berbagai suku-bangsa yang berbeda-beda yang kemudian kita pamerkan sehingga dengan demikian timbul suatu saling pengertian antara berbagai suku-bangsa.
            Penggunaan antropologi sebagai ilmu praktis untuk mengumpulkan data tentang kebudayaan-kebudayaan daerah dan masyarakat pedesaan sehingga dengan demikian dapat kita diketemukan dasar-dasar bagi suatu kebudayaan nasional yang mempunyai suatu kepribadian yang khusus dan dapat dibangun suatu masyarakat desa yang modern. Penggunaan antropologi sebagai suatu ilmu praktis selain sosiologi dapat memberi bantuan dalam hal memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan di Indonesia pada khususnya.
             Menurut Koentjaraningrat, ilmu antropologi dalam perkembangannya dapat diklasifikasikan kedalam Paleo-antropologi, Antropologi fisik, Etnolinguistik, Prehistori dan Etnologi. Paleo-antropologi adalah ilmu bagian yang meneliti soal asal-usul atau soal terjadinya dan evolusi mahluk manusia dengan mempergunakan sebagian bahan penelitian sisa tubuh yang telah membatu, atau fosil-fosil manusia dari zaman dahulu, yang tersimpan dalam lapisan-lapisan bumi. Sedangkan antropologi fisik adalah bagian dari ilmu antropologi yang mencoba mencapai suatu pengertian tentang sejarah terjadinya anekawarna mahluk manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuh, baik yang lahir seperti warna kulit, bentuk rambut, bentuk muka,, hidung dan golongan darah serta masih banyak lagi terkait dengan  fisik manusia.
            Antropologi Etnolinguistik adalah suatu ilmu bagian yang asal mulannya berkaitan dengan antropologi. Bahkan dalam kajian penelitiannya yang berupa daftar-daftar kata yang mengambarkan ciri dan tata-bahasa dari beratus-ratus suku bangsa, dapat terkumpul bersama dengan bahan kebudayaan suku bangsa. Dan dari bahan tersebut kemudian berkembang beberapa metode analisa kebudayaan serta mencatat bahasa-bahasa yang tidak mengenal tulisa. Dalam perkembangannya metode tersebut saat ini telah terolah dalam ilmu linguistik umum.
            Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah perkembangan dan persebaran semua kebudayaan manusia di bumi dalam zaman sebelum manusia mengenal huruf.. Menurut sejarah yang ada, seluruh waktu dari perkembangan kebudayaan umat manusia melalui saat terjadinya mahluk manusia sekitar 800.000 tahun yang lalu. Zaman prehistori dipelajari oleh sub-ilmu prehistori, sedangkan zaman histori dipelajari oleh ilmu sejarah. Bahkan penelitian ilmu prehistori adalah bekas-bekas kebudayaan yang berupa benda-benda dan alat-alat yang tersimpan dalam lapisan-lapisan bumi.

            Sub-ilmu prehistori sering juga dinamakan ilmu arkeologi, tetapi dalam arti yang lain daripada arkeologi di Indonesia. Ilmu arkeologi sebenarnya adalah sejarah kebudayaan dari zaman prehistori di Indonesia. Pada saat ini ilmu tentang prehistori Indonesia merupakan bagian dari ilmu arkeologi Indonesia dan belum dikaitkan dengan ilmu antropologi Indonesia.
            Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adapt-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Definisi tersebut menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gilin dan J.P. Gilin dalam “Cultural sociology”. Dalam konsep masyarakat Indonesia yang merupakan  suatu masyarakat dalam arti luas, masyarakat biasanya kita anggap sebagai arti sempit seperti sebuah marga atau suku tertentu.
            Diatas kesatuan hidup manusia di suatu negara, desa, atau kota, juga biasa disebut sebagai masyarakat. Lantas yang menarik adalah apakah konsep masyarakat sama dengan konsep komunitas? Pertanyaan tersebut menarik untuk dikaji.
            Pada dasarnya, pemahaman masyarakat berbeda dengan komunitas. Dapat dikatakan bahwa masyarakat lebih bersifat umum bagi suatu kesatuan hidup manusia. Oleh karena itu lebih luas dari pada komunitas. Sehingga dapat dikatakan masyarakat merupakan semua kesatuan hidup manusia yang bersifat mantap dan yang terikat oleh satuan adapt-istiadat dan rasa identitas bersama, sedangkan komunitas bersifat khusus karena ciri tambahan ikatan lokasi dan kesadaran wilayah.
            Dalam masyarakat Indonesia misalnya ada konsep “golongan pemuda”. Golongan sosial ini terdiri dari manusia yang oleh pihak luar disatukan berdasarkan satu ciri, yaitu sifat muda. Namun, kecuali ciri obyektif tersebut, golongan sosial ini digambarkan oleh umum sebagai suatu golongan manusia yang penuh idealisme, yang belum terikat oleh kewajiban-kewajiban hidup yang membebankan, dan yang karena itu masih sanggup mengabdi dan berkorban kepada masyarakat.
            Gambaran umum golongan pemuda yang baik tersebut, dalam masyarakat Indonesia berkembang kerena adanya beberapa pristiwa yang sangat menentukan dalam terjadinya negara Indonesia itu sendiri. Misalnya adalah Konggres Pemuda tahun 1928, yang menyerukan kesatuan bangsa Indonesia. Selain itu pada tahun 1945 sampai 1949 dimana para pemuda memegang peranan penting dalam revolusi fisik melawan pemerintahan jajahan Belanda. Oleh karena itu orang Indoneia menganggap bahwa golongan pemuda adalah golongan yang terdiri atas orang-orang muda yang memiliki ciri-ciri yang ideal seperti yang telah penulis sebut sebelumnya.
            Karena stereotipe tersebut, maka banyak anak muda yang kemudian mengabung dengan orang-orang sebayanya, berusaha dengan penuh semangat dan vitalitas untuk melakukan tindakan-tindakan yang mendemonstrasikan kesanggupan untuk berkorban bagi orang lain khususnya bagi orang yang dianggapnya lemah atau tertindas. Dengan demikian dalam hati sanubari mereka timbul suatu perasaan identitas golongan pemuda pada individu tertentu.
            Kelompok atau group  juga merupakan suatu masyarakat karena memenuhi syarat-syaratnya, dengan adanya interaksi antara para anggota, dengan adanya adapt-istiadat serta sistem norma yang mengatur interaksi tersebut dengan adanya kontinuitas, serta dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya. Suatu kesatuan manusia yang disebut kelompok juga mempunyai ciri tambahan yaitu organisasi dan sistem pimpinan, dan selalu tampak sebagai kesatuan dari individu-individu pada masa-masa yang secara berulang berkumpul dan kemudian bubar.
            Ciri tersebut sebenarnya juga dimiliki oleh kesatuan manusia yang paling besar yang biasa disebut negara. Tetapi kelompok tidak ditempatkan pada istilah negara, dalam arti jarang kita mendengar orang berkata tentang “kelompok Indonesia” apabila yang dimaksud adalah Negara Republik Indonesia. Karena pada dasarnya kelompok itu lebih kecil dari suatu negara.
            Kota dan Desa yang memiliki organisasi dan sistem pimpinan dimana keduanya tidak bisa disebut sebagai kelompok. Oleh karena itu kita tidak pernah mendengar orang menyebut kelomp[ok Surakarta atau kelompok Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan ciri lokasi itu bukanlah cirikas dari kelompok.
            Dari contoh tersebut diatas telah tampak bahwa secara khusus ada beberapa macam kelompok yang berbeda-beda sifatnya. Suatu kelompok primer dengan organisasi adat biasanya juga mempunyai sistem pimpinan yang sifatnya lain daripada suatu perkumpulan dengan organisasi buatan. Pimpinan kelompok tersebut biasanya lebih berdasarkan kewibawaan dan karisma sedangkan warga kelompok lebih berlandaskan hubungan anonim dan azasguna.
            Seorang ahli antropologi biasanya selain memilih sesuatu kejuruan mengenai satu sub-ilmu dalam antropologi, juga memilih suatu kejuruan mengenai suatu daerah dimuka bumi. Seperti halnya dengan ahli antropologi Indonesia yang tidak dapat mengikuti syarat-syarat ilmu konvensional yang lazim diterima oleh dunia antropologi. Ahli antropologi Indonesia idealnya mengenal bentuk-bentuk kebudayaan masyarakat diwilayah Indonesia itu sendiri. Wilayah yang meliputi Irian Jaya dimana dalam kajian antropologi secara konvensional bahwa Irian Jaya dan Papua Nugini digolongkan menjadi satu dengan penduduk Malanesia. Hal tersebut tentunya perlu pembahasan dan penelitian yang lebih faktual ketika pembahasannya menyangkut ruang lingkup antropologi yang bisa dikatakan sangat kompleks. Oleh karena itu wajib untuk mengetahui hal-hal terkait dengan masyarakat serta kebudayaan-kebudayaan di wilayah negara-negara tetangga, diantaranya Malaysia, Brunei, Filipina, Papua Nuigini, dan Asia Tenggara.
            Klasifikasi dari anekawarna suku-bangsa di Wilayah Indonesia biasanya masih berdasarkan sistem lingkaran-lingkaran hukum adat yang pada awalnya disusun oleh Van Vollenhoven.  Dia mambagi Indonesia kedalam 19 daerah. Terkait dengan lokasi suku-suku bangsa di Indonesia yang masih berdasarkan peta bahasa dari J. Esser, harus diperhatikan bahwa terutama untuk daerah-daerah seperti Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia Timur, bahkan untuk beberapa bagian dari Sumatra, masih banyak terdapat keragu-raguan.
            Dalam bahasa juga memiliki variasi yang cukup banyak dari sebuah suku-bangsa tertentu. Seperti contohnya, dalam bahasa Jawa di Purwokerto, Tegal, Surakarta dan Surabaya, terdapat perbedaan khusus yang menurut ahli bahasa disebut sebagai perbedaan logat atau dialek. Bahasa Jawa ditentukan oleh orang di desa, atau yang dipakai dalam lapisan pegawai di istana. Perbedaan bahasa menurut lapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan disebut tingkat sosial bahasa. Walaupun sebenarnya jika kaji lebih jauh, maka kita akan mengetahui bahwa di dunia ini perbedaan bahasa menurut tingkat sosial seringkali ada.
            Bahasa Indonesia merupakan salah satu unsur kebudayaan nasional. Bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu (asli) dan unsur-­unsur serapan dari bahasa-bahasa asing (Inggris, Belanda, Arab, India, dan lain-lain). Sebagai unsur kebudayaan nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antar suku bangsa, sehingga bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu bangsa. Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa negara.
            Dari beberapa pembahasan dan cuplikan tersebut diatas, maka dapat penulis tarik kesimpulan bahwa antropologi merupakan sebuah ilmu yang kompleks. Dan pendekatan dari masing-masing batasan masalah memerlukan pengkajian dari perspektif tertentu. Sehingga untuk mengkaji sebuah bahasan tertentu tersebut tidak dapat berada dalam sutu perspektif saja. Dalam artian, selain dalam ruang lingkup antropologi itu sendiri, perlu juga bahasan dalam sebuah perpektif ilmu yang lain untuk kemudian dapat dijadikan sebuah pemecahan masalah tertentu.
            Dalam aktualisasinya dapat penulis contohkan dalam kasus penelusuran perubahan kebudayaan di Indonesia. Dalam perspektif antropologi ada beberapa unsur pendorong terjadinya perubahan budaya antara lain adalah sebagai berikut.
            (1) Persatuan kelompok etnik, linguistik, dan kepercayaan dalam satu negara bangsa merdeka, adaptasi terhadap perubahan di kalangan beberapa etnik dan daerah yang berlainan, perkembangan budaya yang progresi ternyata juga diikti oleh regresi, management of diversity oleh pemerintah dan organisasi masyarakat menjadi sangat penting.
            (2) Petambahan penduduk yang mencolok yang tidak diikuti oleh pertunmbuhan pendidikan dan ekonomi sehingga terjadi eksodus rural yang tidak equivalent dengan adaptasi urban.
            (3) Seni berkembang menjadi seni turistik dan komersial.
            (4) Arus gaya hidup, moda pakaian dan pola makanan sangat kuat terkena pengaruh Barat misalnya Amerika, dan masih banyak lagi.
            Jika kita lihat dalam kajian seni dan kebudayaan, maka kemajuan pesat teknologi informasi dan elektronik secara nasional dan massal, dari segi pandangan masyarakat saat ini adalah berdasar pada taste of aesthetics yang berbeda dengan yang terdahulu yaitu menjadi estetika perkotaan, menuntut tontonan yang spetakuler, glamour, lawakan dan dagelan (setting) urban, telah sengaja atau tidak adalah penetrasi ke setiap sudut negeri. Setelah pengucilan-pengucilan daerah-daerah rural ditembus untuk penonton atau kesenian lokal mulai diserap oleh massal. Penonton seni pertunjukan terutama seni tradisi itu kini semakin berkurang secara terus menerus, akibat dari pertama adalah sikap media cetak dan siaran dari perkotaan yang terasa meremehkan kesenian daerah sebagai hal yang terbelakang yang pantas untuk ditertawakan dan dicemooh karena dianggap tidak modern dan ketinggalan jaman. Kedua, sikap para pemimpin sosial dan agama yang masih sering memberi label kesenian tradisional atau daerah tidak sesuai dengan agama dan moral. Ketiga, seni-seni klasik juga tidak jauh berbeda menjadi terdesak hebat akibat dari lenyapnya pengayom, akibatnya seni seperti ini memilih mencari pengayom lain yaitu para sponsor yang biasanya orientasi bisnisnya lebih kental dalam tanda petik. Misalnya dari media, lembaga swasta, televisi dan sebagainya.
            Jika kita kaji dalam perspektif antropologi, maka seni tersebut idealnya ditinjau sebagai ekspresi hasrat manusia terkait dengan keindahan yang dinikmati. Dan setiap perubahan yang terjadi dalam seni maupun kebudayaan itu tidak dapat dilepaskan dari alam lingkungannya. Berbagai peristiwa jaman yang tengah berlangsung tanpa disadari menjadi salah satu setting senimannya dalam berkarya seni, sesuai dengan kaidah serta konvensi bidang seni masing-masing. Misalnya, bahwa tanda-tanda jaman itu dapat dilihat dari permintaan lakon-lakon wayang yang diinginkan masyarakat penanggapnya dalam suatu pertunjukan wayang kulit purwa. Dari berbagai catatan penting itulah yang dipakai sebagai awal terjadinya transformasi kesenian tradisional wayang di Yogyakarta. Dalam berbagai jalur kesenian yang lain pun barang kali tidak jauh berbeda yang satu sama lainnya saling terkait. Tentu saja ini mendapat pengaruh dalam konteks perubahan sosial politik yang dinamis di tingkat global. Kalau dapat dipaparkan kira-kira paling tidak terlihat dalam era di masa sebelum dan awal kemerdekaan, raja dan kraton berperan sebagai pengayom berbagai bentuk seni budaya tradisional.
            Ciri-ciri modernitas dalam gaya dan format terbatas, dalam artinya terbatas cakrawala dan point of view seniman yang bersangkutan. Spiritualitas, existensi, dan kualitas karya seninya menjadi taruhan, dalam bahasa yang lebih sederhana disebut sebagai anut kadewasaning yuswa. Dari uraian yang disampaikan tadi kiranya dapat ditarik muara pembicaraan ke arah kesimpulan yang sifatnya juga sangat hipotetis artinya harus dibuktikan lewat kajian serius dalam fieldwork penelitian.
            Karangan Prof Dr Koentjaraningrat sebagai induk antropologi memang memberikan perspektif yang bagus terhadap ilmu antropologi secara komprehensif integral. Namun gejala-gejala yang timbul dalam suatu kajian antropologi tidak dapat monoton. Dikarenakan ilmu tentang manusia berkembang seiring dengan perkembangan yang ada. Dan proses tersebut dapat terakulturasi satu sama lain dalam bentuk budaya sehingga dapat menghasilkan budaya baru. Dan pada akhirnya, sebuah kajian antropologi yang telah dibukukan pada masa saat ini, mungkin kelak tidak dapat kita jadikan rujukan. Tetapi hanya sebagai sebuah tambahan pemahaman saja. Karena sebuah ilmu pada dasarnya berkembang selaras dengan jaman.


[1] Sugiono, “Keberagaman Dan Perwujudan Kebudayaan Di Indonesia, www.sugionoweb.blogspot.com, 16 Mar 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar